BAB 15 - Menikahlah

53.9K 3.8K 289
                                    

BAB 15 - Menikahlah

Hanya ada dua cinta di dunia ini. Cinta yang diridhai Allah, atau cinta yang dilarang Allah. Kamu hanya tinggal memilih, melaksanakan perintah-Nya atau melakukan larangan-Nya?

***


Sudah lebih dari satu jam cowok itu berdirimemperhatikan beberapa juniornya yang berlatih karate. Sudah pukul lima sore, waktu latihan sudah habis. Sebagai senior tingkat akhir, apalagi menjabat sebagai Ketua eskul Karate tentu saja membuat Azzam sering kali mendapat tanggung jawab untuk mengawasi junior di lapangan. Terlebih saat pembimbing tidak ada.

"Waktu latihan selesai, terimakasih untuk latihan hari ini. Hati-hati di jalan, salam untuk orang tua. Saya, Azzam selaku senior mempersilahkan para junior untuk berdoa. Berdoa di mulai." Azzam menundukkan kepala, diikuti semua junior yang ada di hadapannya.

"Salam untuk orang tua kalian, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, Senpai," jawab junior serentak. Mereka kembali menuju dimana mereka menyimpan tas yang diletakkan di tepi lapangan. Sebagian ada yang langsung pulang, ada yang masih duduk di sana dengan menjulurkan kaki, ada juga yang pergi ke kantin untuk membeli minuman. Biasanya kantin paling pojok masih buka karena memang rumah pemilik kantinnya dekat dengan sekolah.

Azzam tersenyum menanggapi sapaan adik kelasnya yang saat itu sedang bercengkrama sambil meluruskan kaki. Azzam mengambil sebotol air minum di dalam tas, meneguknya beberapa tegukan hingga tandas. Jika ibunya melihat, pasti ia akan dimarahi karena meminum dengan cara cepat seperti ini. Mau bagaimana lagi? Suaranya seakan terkuras habis, tenggorokannya seakan kering karena banyak berteriak.

"Kak Azzam, kami pamit duluan ya," ucap seorang siswi yang masih memakai seragam karate. Berdiri bersama teman-temannya yang lain dan tersenyum ke arah Azzam. Azzam mengangguk mengiyakan. "Hati-hati di jalan semua."

Semuanya meninggalkan lapangan, Azzam memandang langit yang mulai menggelap.

Dari arah lain datang Divya menghampiri Azzam sambil membawakan sebotol air. Azzam heran mengapa Divya masih ada di sekolah sesore ini. Tapi, dia tetap menerima pemberian Divya semata-mata untuk menghargainya.

"Thanks," ucap Azzam pada Divya.

Gadis berkepang dua itu mengangguk. Duduk di sebelah Azzam, memperhatikan jarak di antara keduanya.

"Sayang banget kemarin kita ke rumah Cyrra tapi orangnya nggak ada." Divya kembali mengingat saat kemarin dia bertamu ke kediaman Cyrra. Namun, tidak orang sama sekali.

"Mau gimana lagi, kita udah berusaha nanya ke tetangga tapi nggak ada yang tahu dia kemana. Seakan menghilang begitu aja," jeda Azzam. "Udah berapa hari Cyrra nggak sekolah?"

"Tiga hari, Zam. Bentar lagi pasti dapat SP karena nggak ada keterangan sama sekali. Gue sebagai teman sebangkuny merasa bersalah banget karena nggak tahu apa-apa soal teman gue."

Azzam membenarkan ucapan Divya. Bahkan, saat ia duduk dengn Cyrra pun Azzam tidak tahu apa-apa. Cyrra selalu saja dingin dan cuek. Hanya menjawab saat penting-penting saja. Tak ada celah bagi Azzam mendekati gadis itu.

"Btw lo kok belum pulang, Div?" tanya Azzam.

"Oh, habis dari ruang teater. Persiapan buat serah terima jabatan. Bentar lagi kan kelas 12 udah harus berhenti buat fokus Ujian," jawab Divya. Azzam baru tahu kalau Divya ikut eskul teater di sekolah. Bisa dibilang Azzam ini tidak terlalu memperhatikan lawan jenis, sih. Waktu duduk pertama kali dengan perempuan pun ia duduk dengan Cyrra. Awal-awal kaki Azzam sampai tremor saking gugupnya.

[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang