BAB 30 - Cinta Bukan Obsesi

57.4K 3.9K 1.3K
                                    

BAB 30 - Cinta Bukan Obsesi

Perkara menyatakan perasaan itu mudah. Tapi, bagaimana hatimu dikendalikan oleh hawa nafsu itu yang jadi masalah.

***

Yang tersulit bagi Raline adalah mengikhlaskan. Ia wanita. Makhluk dengan hati lembut dan halus. Tapi ketika ia dikecewakan, masih bisakah ia tersenyum untuk kebahagiaan orang lain? Kenyataan membuatnya putus asa. Semua yang sudah tertata rapi menjadi berantakan. Raline tidak bisa mengendalikan dirinya. Karena itulah Rasya membawa adiknya berjalan-jalan sambil menenangkan pikiran.

"Mau kemana, Dek? Mumpung Abang baik nih. Kan jarang Abang mau nyopirin kamu." Rasya membuka suara setelah sebelumnya keadaan terlalu hening. Ia tipikal orang yang tidak tahan dengan kondisi canggung seperti saat ini.

"Ke kafe mau?" tawarnya kemudian. "Restoran?"

"Mall?"

"Atau ke Dufan?"

Pria itu menggelengkan kepala sambil terkekeh. "Masa iya malam-malam. Besok aja deh kalau siang," ujarnya, berdeham singkat karena Raline sama sekali tidak berminat.

Saat ini Raline diizinkan cuti beberapa hari. Dokter Fathan mengatakan kalau Raline harus mempertimbangkan lagi keputusannya untuk resign.

Duduknya Raline di sampingnya tentu karena paksaan Rasya. Pria itu mengancam akan mendatangi Raihan jika Raline tidak mau ikut dengannya. Raline memang belum ikhlas, tapi ia juga tidak mau merusak kebahagiaan rumah tangga sahabatnya. Ah, iya. Hubungan keduanya hanya sebatas itu. Raline terlalu jauh dalam berandai-andai.

"Kayaknya nonton bagus deh, Dek. Hitung-hitung hiburan lah buat kamu yang lagi patah hati. Gimana? Abang dengar ada film bagus."

Diamnya Raline membuat hati Rasya mencelos. Adiknya itu benar-benar patah hati untuk pertama kalinya. Mirisnya, yang dicintai adiknya adalah Raihan. Sahabat adiknya sendiri.

Rasya pernah mengajarkan Raline untuk jangan terlalu menyukai jika itu bukan hak kita. Seharusnya Raline paham jika Raihan bukan untuknya. Seharusnya Raline mengerti jika Raihan hanya sahabatnya. Jika saja..

Tapi, sebagai abang yang menyayangi adiknya Rasya tidak bisa menyalahkan Raline sepenuhnya. Akan sangat egois rasanya jika ia berbuat demikian. Untuk itulah, lebih baik ia menghibur adiknya itu. Tujuannya kali ini adalah sebuah Mall di pusat kota.

"Sini, biar nggak kelihatan jomblo." Rasya menggandeng tangan adiknya dengan sengaja. Raline sempat melotot karena tidak suka. Tapi, Rasya malah mempererat pagutan tangan mereka. Membuat beberapa orang memandang mereka dengan tatapan iri. Pasalnya, Rasya terlihat tampan dan berwibawa bersanding dengan Raline yang cantik. Meski lingkaran matanya sembab dan hitam.

"Abang! Apaan deh. Raline bisa sendiri tau! Lepas!" sentaknya. Wanita itu berjalan terlebih dulu menaiki eskalator. Hampir saja terhuyung karena ada anak kecil.

"Hati-hati. Kamu kan pakai gamis." Rasya sudah berada di sampingnya. Pria itu menyodorkan kopi kaleng yang dibelinya. "Nih, minum. Biar enakan hatinya."

Raline meminum kopi setelah Rasya kembali dengan dua tiket bioskop di tangan kanannya. "Genre komedi. Bagus, kan? Abang ini baik banget. Gimana nggak baik coba. Adik Abang patah hati aja Abang hibur. Coba kalo Abangnya yang patah hati. Mana mau kamu hibur Abang. Yang ada ngeledekin Abang kayak tahun lalu. Abang masih inget. Haha! Abang di tolak sama Mbak Amel! Rasain! Makanya jangan sok kegantengan!"

Raline meringis dengan tingkahnya setahun lalu. Ketika ia mendapat kabar jika Rasya, abangnya itu ditolak dalam proses taaruf oleh Amelia. Teman sepekerjaannya.

[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang