BAB 19 - Aku Menerimamu

50.7K 3.5K 152
                                    

BAB 19 - Aku Menerimamu

Kini tak ada alasan lagi bagiku untuk menghindar. Semuanya sudah ku pertimbangkan. Apalagi soal hati. Aku ingin berdamai dengan hati.

***

Ada kalanya seseorang diharuskan lebih banyak bersabar dalam menghadapi ujian hidup. Sama seperti yang Raihan lakukan saat ini. Setelah melaksanakan sholat Dhuha, Raihan memutuskan untuk ke kantin rumah sakit. Hal yang sangat jarang ia lakukan sendirian, namun beberapa hari ini Raihan sering datang kesana untuk sekedar mengganjal perutnya sebelum waktu operasi dimulai.

Disinilah Raihan. Mengamati suasana kantin yang masih terbilang sepi. Beberapa penjaga kantin bahkan masih terlihat sibuk membuka warung masing-masing. Raihan duduk di salah satu kursi panjang disana. Memejamkan mata karena meski seminggu telah berlalu Cyrra belum mengatakan sepatah kata pun padanya, membuat Raihan terus dilanda kegelisahan.

Selama itu pula, Raihan sadar jika Azzam berubah. Azzam seolah menghindarinya. Azzam seperti menaruh dendam yang Raihan tidak ketahui apa penyebabnya.

Bukan hanya Azzam, tapi ternyata Raline seolah juga menghindarinya. Wanita itu hanya sesekali tersenyum ketika keduanya tak sengaja berpapasan, tak banyak kata yang mereka bahas selain pekerjaan.

Kepalanya semakin berat karena dipaksakan untuk terus berpikir.

"Budhe Siti! Raline mau pesan lontong sama tahu isinya ya, ini kotak makannya." Suara itu lantas membuyarkan lamunan Raihan mengenai Cyrra.

Dan, benar. Raline berada di sisinya. Berdiri disana dengan gerakan gelisah, sesekali melirik arloji berwarna biru laut di pergelangan tangannya. Sepertinya, Raline tidak menyadari keberadaan Raihan disana.

"Raline," panggil Raihan. Raline menoleh menatapnya. Tatapan mereka bertemu beberapa detik sebelum Raline menundukkan kepala. Batinnya mengerang, mengapa ia bisa bertemu Raihan disini?!

"Hai, Rai. Kamu ngapain disini?" Raline bertanya guna mengurangi rasa gugup dalam dirinya. Entah kenapa, suasana semakin canggung ketika ia bertemu dengan Raihan. Entah apa yang terjadi, yang jelas Raihan seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Terlebih, Raline selalu memikirkan pesan yang seminggu lalu dikirimkan oleh Azzam.

Jika memang Azzam tidak becanda dengan mengatakan Raihan akan menikah, lantas apa yang harus ia lakukan? Raline tidak bisa membayangkan bagaimana dirinya saat mendengar kabar itu keluar dari mulut Raihan secara langsung. Raline tidak bisa merasakan patah hati secepat ini.

"Aku duduk, ya." Raihan menanggapi dengan senyum ramah seperti biasanya. Tidak mengerti jika efeknya sampai membuat Raline membeku di tempat. "Kamu ngapain?"

Ya Allah, Raihan.. kamu membuatku semakin berharap.. batin Raline berteriak, tidak terima jika hanya dirinya yang selalu berharap hari indah untuk mereka pasti akan tiba. Meski tidak tahu kapan, tapi Raline selalu berharap jika Allah akan membuatnya dan Raihan berjodoh kelak.

"A-aku.. aku beli sarapan. Aku kesiangan, nggak sempat mau buat," jawab Raline setelah berhasil mengendalikan dirinya.

"Kamu sendiri semalam?" Raihan bertanya, tatapannya tak berpaling dari Raline yang tetap memilih berdiri padahal Raihan sudah menepuk sisi tempatnya duduk agar Raline bisa duduk disana.

"Iya, tapi nanti sore Bang Ras janji mau pulang ke rumah."

"Jangan sendirian, Lin. Kamu perempuan." Kata-kata itu selalu Raihan lontarkan tiap kali Raline sendirian di rumah.

"Kamu bisa ke rumah, Umi pasti senang kamu menginap." Raihan mengatakannya dengan lepas, tanpa beban sama sekali, dan itu membuat Raline tersenyum, pedih. Seandainya keadaannya tidak secanggung sekarang, aku pasti mau, Rai..

[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang