BAB 21 - Sebelum 'Kita'

52.6K 3.9K 204
                                    

BAB 21 - Sebelum 'Kita'

Mari kita memberi jeda sejenak.
Membiarkan hati menyelesaikan apa yang belum ia selesaikan.

***

Cyrra memandangi langit malam seperti biasa. Pikiranmu penuh hingga ia tidak bisa tidur. Cyrra masih teringat ucapan Azzam sebelumnya. Raihan bukan anak kandung keluarga Nugraha, ya? Lalu, darimana Raihan berasal? Dimana orang tua kandungnya? Apakah Raihan akan terbuka padanya soal ini atau akan menutupinya seolah tak terjadi apa-apa?

Dari kamar sebelah, tepatnya di dalam kamar Azzam terdengar berisik. Cyrra hanya mendengar samar-samar. Om Anzar tentunya memarahi Azzam habis-habisan. Apalagi karena Azzam sudah membuat Amalia menangis. Sebagai seorang ibu, Amalia pasti kecewa karena perkataan Azzam itu. Cyrra menghela napas, apakah ia boleh tahu masalah keluarga ini sejauh ini? Saat ini masih belum siapa-siapa di keluarga ini.

"Kamu disini juga, ya," ucap seseorang di sisi balkon. Cyrra tercekat melihat Raihan dari samping. Sejak kapan pria itu ada di balkon juga? Tadi saat makan malam saja pria itu tidak hadir. Hanya Cyrra dan kedua putri keluarga ini saja.

"Mas Raihan."

Wajah Raihan terbilang sendu. Dia pasti kepikiran sekali soal ucapan Azzam. Antara perasaan kecewa dan sesal karena kata-kata yang keluar dari mulut Azzam terdengar lebih jahat daripada orang lain yang menyebutnya demikian.

"Cyrra, kamu udah makan?" tanya Raihan lembut. Gadis itu mengangguk, "tadi aku makan sama Mira dan Icha. Mas Raihan belum makan, kan?"

"Nanti saja, Cyrra. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

Mereka diam sejenak.

"Ucapan Azzam benar kok. Aku memang bukan anak kandung Abi ataupun Umi. Saat usiaku sepuluh tahun, aku di adopsi oleh mereka." Raihan membuka topik, mengerti jika Cyrra juga ingin tahu masalahnya.

"Mas Raihan nggak perlu ngasih tahu Cyrra kalau nggak mau. Mas Raihan bisa ceritain kapan aja selagi Mas Raihan siap," ucap Cyrra.

"Tidak apa-apa, Cyrra. Aku memang mau cerita ini sama kamu. Kamu mau dengerin, kan?"

"Iya." —Cyrra.

"Dulu aku hidup di kolong jembatan bersama puluhan anak lainnya. Bersama para lansia yang dibuang keluarganya," jeda Raihan, mengenang saat-saat lalu sebelum dia di adopsi Anzar dan Amalia.

"Setiap harinya kami hanya mencari uang untuk makan. Untuk tetap bertahan hidup dari kerasnya dunia. Kalau panas kepanasan, kalau hujan kehujanan. Nggak ada rumah bagi kami. Nggak ada keluarga yang menyambut kita pulang. Sampai saat ini aku nggak tahu siapa orang tua kandungku," ujar Raihan. Cyrra menegang di tempatnya. Benarkan Raihan mengalami itu saat usianya sepuluh tahun? Jika Cyrra yang ada di posisi Raihan, Cyrra tidak tahu apakah dia sanggup untuk menjalani itu semua.

"Tantangan terberat anak kecil sepertiku adalah menghindari para preman. Mereka nggak pandang bulu buat menyerang, menyakiti anak-anak. Aku pernah bertemu mereka beberapa kali, nggak terhitung berapa banyak aku pulang dengan babak belur. Lalu, hari itu setelah empat tahun menunggu akhirnya mereka datang. Abi dan Umi datang menjemputku. Mereka membawaku ke rumah ini."

Raihan menghela napas, "nggak tahu harus bersyukur bagaimana lagi. Aku sangat-sangat bersyukur dipertemukan dengan mereka."

"Lalu saat mendengar Azzam berkata seperti itu, lebih dari perasaanku aku lebih khawatir bagaimana perasaan Umi. Ra, seharusnya sebelum aku di adopsi keluarga ini sudah memiliki seseorang bayi berusia empat tahun. Umi bilang beliau keguguran saat mengandung beberapa bulan. Saat itu yang aku pikirkan aku hanyalah pengganti dari anak yang sudah hilang itu. Tapi, mereka sama sekali nggak memperlakukan aku sebagai pengganti. Mereka benar-benar menyayangiku."

[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang