BAB 11 - Perlu Bicara
Diam-diam perasaan itu tumbuh tanpa bisa aku cegah.
***
Kepulangan Raihan sudah ditunggu-tunggu sejak tadi. Tidak diragukan lagi membuat dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya langsung berdiri. Amalia terlihat cemas, Raihan jadi merasa bersalah karena itu.
"Umi, maaf baterei ponsel Rai habis. Jadi, nggak sempat ngabarin Umi," ucapnya, membuat Amalia langsung mengangguk, wanita itu menghembuskan napas lega kala Raihan mengatakan apa alasannya di telepon namun ponselnya tidak aktif.
Kemudian, tatapannya tertuju pada Anzar. Ayahnya itu menatapnya dalam. Seolah-olah ingin ada yang ia bicarakan padanya. Benar saja, tidak sampai dua detik mereka saling melempar pandangan, Amalia pamit undur diri bersama Azzam yang rupanya juga belum tidur. Anak laki-laki itu menyalami punggung tangan Raihan terlebih dulu sebelum izin pamit ke kamarnya.
Tidak ada lagi siapapun selain Anzar dan Raihan di ruang tamu. Keadaan hening beberapa detik lamanya, hanya terdengar helaan napas Anzar yang terdengar lelah.
"Abi, sepertinya ada yang ingin Abi bicarakan pada Rai. Boleh Raihan tahu?" Raihan rupanya berinisiatif untuk menanyakan lebih dulu. Ia tidak ingin terlihat tidak sopan di mata Anzar setelah apa yang pria itu lakukan padanya selama ini.
Istilahnya, Raihan menganggap ia harus bisa membalas budi kepada Anzar dan Amalia sekalipun. Semula mereka adalah orang asing baginya, yang dengan baik hati menawarkan sebuah kehidupan nyata. Raihan melihat ayahnya perlahan-lahan membuka mata.
Jelas Anzar terlihat kelelahan. Anzar masih mengenakan kemeja biru dongker yang lengannya di gulung sampai siku.
"Ya, kamu benar."
Suara itu akhirnya keluar berbarengan dengan napas Anzar yang terdengar lebih tenang dari sebelumnya.
"Tapi, sebaiknya tidak disini. Ayo, kita bicara di ruang kerja Abi saja." Tanpa menunggu jawaban Raihan, Anzar lebih dulu berjalan menuju ruangan yang letaknya tidak terlalu jauh.
Ruangan itu adalah ruangan kerja Anzar di rumah. Jika pekerjaannya di kantor belum selesai dan waktu harus secepatnya di selesaikan, maka Anzar akan mengerjakannya di rumah. Di ruangan itu.
"Raihan," panggil Anzar ketika keduanya sudah duduk saling berhadapan. "Ada yang ingin kamu jelaskan tentang perempuan bernama Cyrra itu?"
Deg. Jantung Raihan rasanya ingin copot saja mendengar kalimat yang Anzar lontarkan. Iya, Raihan tahu jika pasti Anzar akan menanyakannya, tapi bukankah tadi pagi ia sudah berkata pada ibunya agar dia saja yang menyampaikannya langsung mengenai hal ini? Lagipula, ia tidak menyangka jika ayahnya akan membahas hal seperti ini di saat kondisi beliau sedang lelah-lelahnya.
Dehaman pelan memenuhi pendengaran Anzar. Pria itu menatap putranya yang terlihat agak tidak nyaman mengenai pembahasan ini.
"Maaf jika Abi membahas hal seperti ini di saat kondisi kamu sedang lelah-lelahnya. Abi juga merasakan hal yang sama. Tapi tahu kabar seperti ini, Abi tidak ingin ada kesalahpahaman. Apalagi kalau sampai terdengar ke telinga Dokter Samuel. Semuanya harus di luruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Raihan mengerti, 'kan?"
Lagi-lagi Dokter Semuel. Raihan mengangguk mengerti.
"Apa Umi yang mengatakannya?"
Mendengar pertanyaan itu, Anzar justru menggeleng. Membuat Raihan bingung sekaligus bertanya-tanya. Jika bukan ibunya, lalu siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)
Spirituální[Beberapa kali rank #1 in Spiritual Sequel novel 'Assalamualaikum Calon Abi'] *** "Tanpa alasan, kita dipertemukan oleh Tuhan. Menemukan garis takdir dipersatukan, namun pada akhirnya kita dipisahkan." Raihan Andhika Nugraha, adalah pria dewasa yan...