BAB 22 - Kedai Bersejarah dan Perdamaian

47.3K 3.8K 352
                                    

BAB 22 - Kedai Bersejarah dan Perdamaian

Cukup dengan melihatmu tersenyum, aku merasa baik-baik saja.
Sebuah kesalahan hanya akan dikenang sebagai pelajaran hidup.
Tatapi memaafkan akan dijadikan panutan dalam hidup.

***

Raihan memperlambat laju mobilnya ketika ia melihat kedai wedang jahe di pinggir jalan. Kemudian tanpa menanyakan persetujuan dari Cyrra, Raihan memberhentikan mobilnya.

"Kok, berhenti?" Cyrra menoleh kebingungan, matanya melirik jalanan yang padat dengan jejeran kedai.

"Kamu suka wedang jahe nggak?"

Cyrra mengangguk pelan. Raihan tersenyum tipis. "Ayo turun, kita ke sana dulu sebentar," ajaknya, membuka pintu mobil lebih dulu dengan Cyrra yang menyusul.

Cyrra memperhatikan Raihan yang menyapa seorang pria paruh baya dengan rambutnya yang sudah sepenuhnya memutih. Di sebelahnya ada laki-laki yang mungkin, usianya beberapa tahun di atasnya.

"Dulu saya sering kesini sama Abi dan Umi. Waktu itu, Umi sedang mengandung Azzam." Tanpa diminta, Raihan menceritakan sebagian kisah di masa lalu, senyum tipis terbingkai di wajahnya.

"Kami menikmati waktu bersama, Cyrra. Kami sangat bahagia apalagi setelah lahir Azzam, disusul Mira dan Icha."

"Keluarga yang bahagia..."

Raihan menoleh, mengamati perubahan raut wajah Cyrra yang.. sedih?

"Dulu aku juga bahagia melihat Papa yang selalu meluangkan waktu untuk kami. Mengajak kami jalan-jalan meski tidak setiap hari. Tapi, itu sudah cukup bagi kami untuk mengungkap kerinduan karena Papa sering pulang pergi ke luar kota." Cyrra menampilkan senyumnya. Bukan senyum kebahagiaan melainkan senyum sendu, tersirat luka di kedua matanya.

"Seiring berjalannya waktu, aku sadar Papa berubah. Papa jarang pulang, alasannya kerja di luar kota. Tapi, lambat laun kami mengerti, kalau Papa memiliki keluarga lain selain kami."

"Cyrra," lirih Raihan, berharap agar Cyrra jangan meneruskan ucapannya. Pasti akan membuat Cyrra kembali bersedih mengingat jika gadis itu sekarang sendirian.

Namun, Cyrra tetap melanjutkan ucapannya. "Papa selingkuh, Papa mengkhianati Mama. Papa membagi rasa sayang kami. Papa mengabaikan kami, hingga Mama harus bekerja keras untuk kebutuhan sehari-hari kami. Kak Sheila harus belajar dengan giat agar ia bisa mengenyam pendidikan tinggi. Tujuannya memang satu, agar kami tidak terus-menerus hidup dengan tatapan belas kasihan orang lain."

Ada rasa sesak yang menghimpit relung hati Cyrra. Tapi Raihan cukup mengerti bagaimana rasanya.

Ini pertama kalinya ada seseorang yang mampu membuat hati Raihan berdesir. Relung hatinya menghangat seketika.

"Gimana persiapan untuk UN dua bulan lagi?" Raihan bertanya ketika gelas itu sudah tinggal setengah. "Mau ngambil jurusan apa untuk UN?"

"Biologi."

Mereka mengobrol banyak, menghabiskan sisa waktu beberapa menit sebelum memutuskan untuk pulang. Amalia sudah menelepon, apalagi, mengingat ia dan Cyrra hanya berdua saja. Ibunya itu pasti khawatir. Setelah membayar, Raihan dan Cyrra berjalan bersisian menuju mobil.

Di tengah-tengah perjalanan itu, Raihan berkata. "Ini pertama kalinya aku merasa dekat dengan kamu. Apa nggak salah kalau aku berharap?"

"Berharap untuk?"

"Berharap kalau kamu memang jodoh dari Allah untukku. Kedai ini, jadi tempat bersejarah kedua setalah jadi tempat bersejarah bagi Abi dan Umi."

Cyrra terkekeh mendengar suara Raihan. Ia merasakan jantungnya berdetak tak seperti biasanya. Dalam hati, Cyrra berdoa agar Raihan tak mendengarnya.

"Ayo pulang, kamu harus istirahat. Besok sekolah kan?"

Dan Cyrra hanya bisa mengangguk, senyumnya tersamarkan oleh rambut yang menutupi sebagian wajahnya.

***

"Raihan, kamu beneran mau pindah ke apartemen? Kenapa harus sampai pindah? Apa rumah ini nggak buat kamu nyaman?" Amalia terus bertanya ini itu saat Raihan sudah membulatkan tekad untuk pindah ke apartemen. Raihan sudah menyiapkan baju-bajunya ke dalam koper. Tidak semua sih, Raihan percaya akan ada hari dimana ia akan kembali ke rumah ini.

"Umi jangan mondar mandir terus Raihan ngelihatnya pusing tahu." Raihan terkekeh, rencananya hari ini dia akan langsung pindah. Barang-barangnya sebagian sudah dibawa ke apartemen barunya.

"Bang, kalau masalah Azzam—"

"Umi, Raihan nggak apa-apa. Udah Raihan lupain kok. Raihan pindah karena memang sudah seharusnya. Raihan sudah dewasa. Malah terbilang telat untuk hidup mandiri. Sebentar lagi Raihan punya istri, harus  belajar mandiri ya kan? Umi nggak perlu cemas. Ini juga demi kebaikan Cyrra biar nggak mikirin Raihan terus. Dia harus fokus belajar," ujar Raihan membuat Amalia akhirnya mengalah.

"Tapi Abang harus sering-sering kesini ya," peringatnya membuat Raihan mengangguk.

"Umi, Raihan titip Cyrra disini ya sampai nanti Raihan siap menjemputnya."

Mata Amalia berkaca-kaca mendengarnya. "Raihan..."

"Pasti, Raihan. Pasti Umi jagain calon istri Raihan. Nggak usah khawatir ya. Kamu disana jaga kesehatan, ingat ya jangan makan makanan istan terus. Bilang aja ke Umi biar nanti kalau perlu Bi Ani yang kesana."

"Iya Umi, terima kasih."

***

Masa hukuman masih berlanjut. Azzam masih syok mendengar Raihan akan pindah. Ia tidak menyangka kalau Raihan benar-benar akan pindah. Dia memberanikan diri masuk ke dalam kamar Raihan setelah melihat ibunya keluar dari kamar tersebut. Dilihatnya Raihan sedang membereskan barang-barangnya. Hampir sebagian barangnya sudah dipindahkan ke apartemen.

"Masuk aja, Zam. Jangan berdiri di depan pintu seperti itu." Azzam terperanjat kaget mendengar suara Raihan.

"Bang Raihan beneran mau pindah?"

"Seperti yang kamu lihat, Zam."

"Apa gara-gara Azzam?"

Raihan menutup resleting kopernya. Berdiri menghadap Azzam. "Kata siapa? Nggak kok, Abang emang mau pindah udah dari lama. Abang bentar lagi kan mau menikah, jadi udah sewajarnya Abang hidup mandiri."

"Soal kemarin Azzam minta maaf, Bang. Azzam menyesal. Sangat-sangat menyesal," ucap Azzam penuh penyesalan.

"Awalnya Abang kecewa sih, tapi sekarang udah nggak apa-apa. Abang tahu kamu nggak berniat ngomong kayak gitu di depan Cyrra. Kamu hanya nggak mau Cyrra menikah dengan Abang dan berupaya mencari celah agar Cyrra nggak percaya sama Abang, kan?"

Azzam mengangguk. Dia malu sekali. Kini dia tahu mengapa Cyrra lebih memilih Raihan dibandingkan dirinya. Raihan jelas sekali berbeda dengannya. Azzam merasa ciut. Benar, dia hanya anak bau kencur kemarin sore.

"Jangan diperpanjang lagi ya. Mending kamu bantuin Abang nih beresan."

Seulas senyum Azzam akhirnya terlihat. Kini, perasaan keduanya menjadi lega. Akhirnya mereka berbaikan juga. Azzam membantu Raihan beres-beres barangnya.

"Bang, cangcutnya bawa semua nggak nih?"

"Bawa dong."

Begitulah, pertengkaran dalam sebuah keluarga memang selalu ada. Tetapi pada akhirnya mereka akan berdamai karena mereka sadar saling menyayangi satu sama lain.

Di balik pintu, Amalia tersenyum melihat keduanya kembali seperti semula.

***

Terima kasih sudah membaca RAICY.
Perlukah sequel? (╯3╰)

[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang