BAB 6 - Maaf

73.6K 4.7K 97
                                    

BAB 6 - Maaf

Satu, dua, bahkan berkali-kali seseorang melakukan kesalahan sudah sebaiknya kita maafkan.
Ingatlah bahwa Allah Maha Pengampun.
Jika Sang Pencipta saja dengan mudah memaafkan, lantas mengapa kita sebagai Hamba-Nya yang lemah tidak bisa dengan mudah memaafkan kesalahan seseorang?

***

Perasaan bersalah itu hinggap di hati Azzam setelah nyaris menyebut nama yang sudah sekian lama dihindari di setiap topik pembicaraan keluarga Nugraha. Meskipun tidak sepenuhnya bersalah, tapi Azzam merasakan keadaan sang abang saat ini sedang tidak baik-baik saja. Karena mulutnya yang tidak bisa dikendalikan, Azzam jadi tidak bisa tidur.

Akhirnya, Azzam keluar dari kamarnya. Menyalakan saklar hingga lampu lorong menyala. Ia melihat kamar orang tuanya tertutup. Begitu juga dengan kamar kedua adik perempuannya. Hanya ada satu kamar yang pintunya sedikit terbuka, yakni kamar Raihan.

Perasaan bersalah itu semakin menjadi-jadi. Apakah Raihan tidak bisa tidur karena ucapannya? Apakah Raihan memang belum bisa melupakan dia? Jika iya, maka Azzam ingin meminta maaf.

Tapi keadaan kamar Raihan kosong. Lampunya memang menyala, bahkan ada sajadah yang tergelar di sisi tempat tidur. Sepertinya Raihan habis melakukan sholat malam.

"Azzam udah bangun, ya?"

Suara itu mengagetkan Azzam yang sedang mengamati seisi kamar Raihan. Azzam membalikkan badan. Menyengir canggung. Rasanya sangat aneh. Meskipun tidak ada perubahan raut wajah dari Raihan. Raihan masih sama, selalu tersenyum dimanapun dirinya berada.

"Abang abis ambil minum di bawah. Mau dibikinin teh juga?" tawar Raihan. Azzam dengan cepat menggeleng. "Eng—nggak, Bang. Makasih. Azzam mau..."

"Mau apa?"

"Mau minta maaf soal semalam."

Raihan terdiam. Kemudian menghela napas panjang. Topik semalam memang sangat sensitif untuknya, tapi Raihan tidak memiliki alasan untuk membenci siapapun yang tidak sengaja membicarakan topik yang mengarah kesana.

Karena posisinya yang masih di depan pintu, Raihan menyuruh Azzam masuk ke dalam kamarnya. Mungkin dengan cara begini, baik dirinya dan Azzam tidak akan terjadi kesalahpahaman.

Dua laki-laki berbeda generasi itu memasuki kamar dengan cat berwarna putih. Hampir semuanya yang berhubungan dengan Raihan berwarna putih. Azzam pikir Kakaknya itu memang sangat mencintai warna bermakna suci tersebut. Berbeda dengan dirinya yang terkadang menyukai warna merah, biru sampai hitam.

"Duduk, Zam," titah Raihan. Pria dengan kaos polos berwarna hitam itu meletakkan secangkir teh yang isinya tinggal setengah di atas nakas. Duduk di tepi kasur, berhadapan langsung dengan sang adik.

"Azzam mau minta maaf soal semalam, Bang. Azzam refleks, nggak sengaja. Beneran, deh." Azzam menunduk, tidak berani menatap ke arah Raihan. Azzam yakin, jika Raihan akan marah terhadapnya. Seperti mendiamkannya, karena Azzam mengerti jika sifat Raihan bukan orang yang pendendam.

"Maaf, Azzam nggak bisa ngontrol ucapan Azzam semalam, Abang tahu sendiri kalau Azzam suka kelepasan." Masih dengan menunduk, Azzam kembali meminta maaf. Ia merasa begitu bersalah pada Raihan.

Namun, apa yang terjadi selanjutnya diluar dugaannya. Raihan menepuk bahunya, memperlihatkan senyumnya yang menenangkan. Lesung pipinya sampai terlihat. Jujur, Azzam mengakui dalam hati jika sang abang begitu tampan meski saat ini tidak memakai kacamata seperti biasanya.

[NUG's 2✔] RAICY (Proses Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang