Happy reading!
***
Alex mendelik tidak suka saat melihat Diandra berdiri di ambang pintu dengan earphone yang menempel di telinganya. Bagaimana tidak, mengetahui wanita itu datang ke kelas IPS bersamaan dengan Andrian, dibumbui dengan candaan ringan di antara mereka membuat Alex mengeram menahan amarah. Lihatlah wanita itu sekarang, dia tidak mempedulikan lirikan nakal anak IPS yang lewat di koridor sama sekali. Seakan-akan ponsel di tangannya lebih menarik dari apapun di dunia ini.
Mata Alex beralih menatap Andrian yang kini berjalan menghampiri Diandra dengan dua topi di tangannya. 'Oh, pria perhatian ternyata,' ketus Alex dalam hati. Kesialan bagi Alex untuk satu kelas dengan rival beratnya itu.
Dengan cepat, Alex mengambil topi dari tasnya, kemudian bergegas menuju dua manusia itu yang sedang mengobrol. Entah mengapa, Alex sangat berkeinginan untuk membuat Andrian jelek di mata Diandra. Kecepatan kakinya bertambah, objeknya sudah semakin mendekat. Hingga...
Bruk!
Tubuh Alex oleng sampai-sampai jatuh menubruk tembok.
Bidikannya sudah sangat tepat. Kekuatannya hanya tinggal diluncurkan. Dan kekesalannya sudah siap diobati. Tapi, kini malulah yang hinggap dalam jiwanya. Sedangkan Diandra dan Andrian menatap tubuh Alex yang masih menempel di tembok dengan bingung.
"Lo mau nyelakain Diandra?" sinis Andrian.
"Lo siluman cicak?" timpal Diandra lebih parah.
Cepat-cepat Alex berdeham. Tanpa berbalik sedikitpun, Alex pergi meninggalkan dua sejoli yang menatapnya dengan keprihatinan.
"Tuh anak gilanya kebangetan."
"Heem," jawab Diandra cuek.
"Dia yang jadiin lo taruhan, 'kan? Gue udah nahan diri buat nggak ngehajar tuh cowok," mata Andrian mengkilat marah ketika kembali teringat hal itu. Carris mengadu padanya tepat setelah pulang sekolah minggu kemarin.
"Gak usah ngurusin hal-hal yang bikin lo celaka. Inget, lo itu atlet nasional!" Diandra merebut satu topi yang ada di tangan Andrian.
"Lo khawatir sama gue?" Andrian tersenyum miring, menggoda sahabatnya itu.
"Ngarep lo!" Diandra mengibaskan topinya di depan wajah Andrian, tapi tidak mengenainya.
Meskipun sebenarnya iya, tapi Diandra lebih memilih untuk diam.
☀☀☀
Upacara berdera sudah berakhir beberapa menit yang lalu, tapi Alex masih terjebak di lapangan dengan seseorang yang sangat dihindarinya.
Devina berdiri di hadapan Alex dengan tatapan menantang. Wanita itu hendak meminta penjelasan sejelas-jelasnya dari Alex, mengenai apa yang pria itu lakukan saat malam Minggu.
Dan Alex hanya menggaruk-garukkan kepala bagian belakangnya yang terasa runyam karena sinar matahari yang terik untuk ukuran pagi hari. Dahinya berkerut menahan silau yang dipantulkan seragam putih Devina.
"Lo mau apa lagi?" Alex memakai topinya dengan terbalik.
"Gue yang harusnya nanya kayak gitu sama lo. Mau lo apa, Lex?"
Sungguh, jika saja Devina bisa membuat Alex sedikit lebih nyaman, Alex bisa menjamin bahwa sebentar lagi ia akan menyukai wanita itu. Galak dan kasar, Alex sangat menyukai dua hal itu. Tapi sayang, kemanjaan Devina lah yang membuat Alex hanya bisa bertahan selama seminggu.
"Udah jelas kali, Vi. Kita putus. Bagian mana yang lo nggak ngerti dari dua kata itu?" Alex mulai kehilangan kesabaran.
Tawa lucu terdengar dari mulut tipis Devina. Alex bisa melihat kecantikan Devina yang bertambah saat dia tertawa. Ya, semua wanita akan cantik saat tertawa. Tapi tidak ada yang secantik Diandra, pikir Alex.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]
Teen FictionDiandra Putri, wanita dingin dengan pahatan sempurna di wajahnya. Dia tidak akan segan untuk melayangkan tinjuan pada siapa saja yang mengganggu ketenangannya. Banyak yang menyatakan cinta pada Diandra, tapi selalu berujung dengan penolakan disertai...