27. Is It Us?

16.6K 1K 5
                                    

Happy reading!

***

Semakin hari, semakin Diandra menjauh dari Andrian. Bahkan Andrian bisa tahu bahwa wanita itu tidak merasakan sesuatu yang aneh di hatinya lagi saat mereka melakukan kontak fisik. Diandra kembali menjadi Diandra delapan tahun yang lalu. Pure a friend!

Dan saat ini, Diandra terlihat seperti menikmati milkshake strawberrynya dengan earphone pink yang sedari tadi menempel di kedua telinganya. Tak lupa dengan buku matematika di tangannya. Diandra sama sekali tidak peduli dengan bagaimana risihnya Andrian yang duduk berdekatan dengan Alex dan sahabat pendiamnya, Keylan.

Alih-alih menjauh dari Diandra, Andrian merasa dia dan Alex semakin dekat. Seperti saat tadi siang, saat pembagian kelompok ekonomi, dia harus satu kelompok dengan Alex dan Keylan. Dan inilah hasilnya, dia duduk di halaman belakang rumah Alex untuk mengerjakan tugas kelompok.

"Ngeliatin pacar gue jangan sampe segitunya!" Alex menjentikkan jarinya di depan wajah Andrian.

"Ndro, gue ke toilet ya," Diandra melepaskan earphone dan segera beranjak dari duduknya. Dia sudah tahu dimana letak toilet di rumah Alex semenjak tragedi Raka waktu itu.

Dan kepergian Diandra barusan membuat Keylan semakin bingung. Dua pria yang merebutkan wanita cantik itu tengah saling melempar tatapan tajam.

"Fokus dong! Gue mau cepet pulang nih!" dengus Keylan sambil melemparkan pensilnya asal.

"Sensi banget lo!" Alex balik melempar pensil Keylan.

Sementara Diandra, setelah selesai dengan urusannya, Diandra tidak sengaja berpapasan dengan pria paruh baya yang mengenakan pakaian rapi yang dia rasa itu adalah Pak Dedi, ayah Alex. Tatapan penuh tanda tanya jelas terpancar dari mata hitam itu. Tapi kemudian Pak Dedi tersenyum setelah melihat seragam Diandra.

"Teman Alex?" Pak Dedi tersenyum hangat.

"Iya, om," Diandra mendekat ke arah Pak Dedi.

"Pacarnya, pah."

Lantas keduanya menoleh ke arah dapur saat suara keibuan itu terdengar. Bu Santi tersenyum begitu matanya beradu dengan retina cokelat Diandra. Ternyata Bu Santi sedang sibuk dengan peralatan dapur, memasak.

"Oh, pacarnya adek," Pak Dedi menggeleng pelan dan mempersilahkan Diandra mengikuti langkahnya menuju tempat Bu Santi.

Meskipun dilanda kebingungan, Diandra tetap memilih untuk ikut bergabung dengan Pak Dedi. Dia hanya bisa tersenyum kikuk saat Bu Santi menyajikan teh hangat untuknya. Tidak ada lagi tatapan tidak menyenangkan dari Bu Santi. Yang ada hanya tatapan penuh sambutan dengan senyum hangat dari ibu pacar Diandra itu.

"Pasti yang ini spesial, sampai dibawa ke rumah segala," Pak Dedi menyesap teh hangat buatan istrinya.

"Biasa aja kok, om."

"Om nggak setuju. Alexandro nggak pernah bawa pacarnya ke rumah ini sebelum-sebelumnya," Pak Dedi menggerakkan telunjuknya, pertanda bahwa dia menggah perkataan Diandra. "Nama kamu siapa?"

"Diandra," singkat Diandra setelah menyeruput tehnya untuk menetralisir gugupnya saat ini.

"Cantik 'kan, pah?" celetuk Bu Santi yang kini sedang menggoreng tempe.

"Ini yang bikin mamah berubah?"

"Iya," Bu Santi tersenyum malu. "Nasehat 'kan bisa dari siapa aja."

"Diandra hanya memberi masukan, tan, tidak bermaksud menasehati."

Kemudian pergerakan Bu Santi terhenti saat ia kembali mengingat perubahan Diandra saat itu. Diandra sangat mengkhawatirkan saat berulang kali menggelengkan kepalanya dengan keras. Hal itu membuat Bu Santi kepikiran.

Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang