10. Tersibaknya Tirai Abu

20.9K 1.2K 11
                                    

Happy reading!

***

Hal yang paling tidak nyaman untuk Diandra adalah saat dia bisa menang tapi dengan menggunakan kecurangan. Sejujurnya, dia tidak berniat untuk curang, sama sekali tidak. Hanya saja, sesuatu dalam dirinyalah yang membuat dia, mau tidak mau, akan curang. Sesuatu yang kadang disyukuri dan juga dirutuki dalam waktu yang bersamaan.

Dan akan lebih tidak nyaman lagi saat orang lain justru memintanya untuk melakukan kecurangan secara tidak langsung. Seperti Pak Agam. Saat ini, dia memohon padanya untuk ikut olimpiade fisika mewakili sekolah mereka.

"Bisa ya, Dra. Gak ada yang bisa saya andalkan selain kamu," mata Pak Agam memelas di balik kacamata besar dan tebalnya.

"Bentar lagi UTS, Pak. Saya gak bisa fokus sama dua hal sekaligus," Diandra masih saja dengan pendiriannya, membuat Pak Agam semakin putus asa.

"Kenapa kamu nggak mau ikut olimpiade, Diandra? Kamu selalu menjadi siswa dengan nilai hampir sempurna dari dulu. Tapi kamu tidak pernah sekalipun ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan olimpiade. Bisa kamu jelaskan sama saya?"

Seketika Diandra bungkam. Dia tidak bisa menceritakan alasan itu pada Pak Agam. Itu adalah rahasia terbesarnya, terbesar dalam hidupnya. Hanya papahnyalah yang mengetahui hal itu. Dan cukup hanya satu orang yang tahu hal itu.

Diandra bernafas lega saat bel pertanda istirahat telah berakhir menyeruak ke seluruh sudut sekolah. Dia segera berpamitan dan keluar dari ruang guru dengan langkah panjang. Dia bersumpah, tidak akan lagi masuk ruang guru untuk ke depannya.

"Di!" panggil Alex meninggalkan tiang bendera yang sedari tadi ia hormati.

Kening Diandra berkerut, tangannya mengipas-ngipas udara yang sangat tidak ia sukai. Aroma asap rokok.

"Lo abis ngerokok?!" Diandra masih berusaha menyingkirkan aroma itu.

"Iya, hehe..."

"Nyengir lo! Bau tahu nggak?! Jauh-jauh deh lo!" Diandra menubruk tubuh Alex.

Sebenarnya, Alex selalu bingung dengan tubuh Diandra yang seperti memiliki kekuatan super. Tenaganya lebih besar dari wanita biasa, bahkan mungkin lebih kuat dari pria. Mengingat saat Diandra melompat dari meja setelah menerima mawar putih, tonjokan yang membuat hidungnya berdarah, belum lagi cekalan di kerah belakang seragamnya yang membuat tubuhnya terjungkal. Semua itu menunjukkan bahwa ada yang salah dengan stamina dan kekuatan wanita yang satu itu.

"Nanti pulang bareng gue lagi, ya," Alex berjalan mundur agar bisa melihat wajah Diandra.

"Nggak! Gue sibuk!"

"Gue tungguin deh. Pulang bareng gue, okay?"

Langkah Diandra terhenti, dia melihat ke sekitar, dan ternyata ada banyak pasang mata yang memperhatikan mereka berdua saat ini. 'Dua orang yang selalu berseteru setiap kali berpapasan, kini menjalani sebuah hubungan spesial'. Cepat-cepat Diandra memakai earphone-nya.

"Lo alay banget sih? Emang harus ya gue pulang bareng lo? Gue nggak mau!"

"Gini nih kalo cewek beku belum pernah pacaran," Alex menunjuk Diandra dengan degunya. "Gue kasih tahu, ya. Pulang sekolah bareng pacar itu masuk special moment lho."

"Gue nggak peduli sama yang begituan! Intinya, gue pulang sendiri! Paham lo?!"

Alex angkat tangan saat melihat bagaimana menyeramkannya wajah Diandra. Wanita itu tidak pernah ada dalam mood yang baik. Acuh tak acuh, Alex kembali ke kelasnya, hukuman dari Pak Sony sudah ia kerjakan.

Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang