25. Global Warming

15.8K 1K 4
                                    

Happy reading!

***

Sudah tak terhitung berapa kali Bu Ambar mengetuk pintu kamar anak semata wayangnya. Tapi Andrian masih saja enggan untuk membuka pintu dan itu membuat kedua orang tuanya semakin kalang kabut karena khawatir.

"Sayang, jangan kayak gini. Buka pintunya," Bu Ambar masih terus berusaha membujuk Andrian. Tapi tetap sama, Andrian tidak menyahuti teriakannya.

"Udah, mah, kita tunggu Diandra aja," Pak Hadi sudah terlebih dahulu putus asa. Dia lebih memilih untuk menunggu Diandra saja. Pak Hadi yakin putranya itu tidak akan menolak kehadiran Diandra seperti menolak orang tuanya.

"Diandra masih dimana, yah?"

"Sudah dijalan. Mamah tenang ya, Andrian pasti baik-baik aja."

Sejujurnya Bu Ambar sedikit kecewa mengetahui Diandra memiliki pacar, apalagi itu bukan anaknya. Bu Ambar seperti tidak rela jika Diandra dekat dengan pria lain selain Andrian. Sudah terlalu terbiasa melihat Andrian begitu dekat dengan Diandra, hingga tidak pernah sedikit pun terbersit pemikiran Diandra punya pacar jika bukan Andrian.

Apalagi saat melihat begitu banyak foto Diandra yang terselip di komik-komik milik Andrian, membuat Bu Ambar semakin yakin bahwa perasaan anaknya itu bukan sekedar untuk seorang sahabat.

Suara sepatu yang berbenturan dengan lantai lantas mengalihkan perhatian Bu Ambar dan Pak Hadi. Keduanya bisa bernafas lega begitu melihat Diandra. Tapi kemudian Bu Ambar memutar bola matanya begitu melihat pria yang berjalan di belakang Diandra.

"Andrian masih nggak mau keluar, om, tante?" Diandra terus berusaha tenang meski saat ini dia sedang dilanda khawatir.

"Belum, Dra. Coba kamu yang bujuk," Bu Ambar memberi jalan pada Diandra.

Diandra mengangguk dan segera melangkah mendekati daun pintu kamar Andrian. Diandra menarik nafas dalam-dalam sebelum tangannya bergerak mengetuk pintu.

"Yan, ini gue," Diandra melirik orang tua Andrian. Keduanya memancarkan tatapan penuh pengharapan. "Buka pintunya, Yan. Lo nggak bisa kayak gini."

Tetap sama, Andrian tidak menjawab sahutan Diandra. Tidak ada sedikit pun suara yang terdengar dari kamarnya. Hal itu membuat Bu Ambar merasa ketakutan. Kini dia sudah terisak dalam pelukan Pak Hadi.

"Buka pintunya, Yan!" teriak Diandra. Bahkan saat ini dia tidak lagi mengetuk, tapi menggedor pintu Andrian dengan tinjuannya. Amarah Diandra langsung naik begitu melihat air mata Bu Ambar.

Yang menjadi alasan Andrian mengurung diri di kamarnya saat ini adalah kekalahan Indonesia. Indonesia terpaksa harus menerima kekalahan saat melawan Filifina di babak semifinal. Dan Andrian hanya tidak bisa menerimanya, dia menyalahkan dirinya sendiri atas kekalahan itu. Dari semalam pintu kamarnya terkunci hingga saat ini, saat seluruh siswa SMA Garuda sudah bubar.

"Okay! Kalo lo nggak mau buka pintu. Mulai sekarang, jangan harap lo bisa ketemu sama gue lagi!" final Diandra menemui batas kesabarannya. Dia segera berbalik menuju tangga untuk turun.

"Diandra," terdengar nada memohon dari mulut Bu Ambar, tapi Diandra tidak mau berbalik.

"Anter gue pulang, Ndro," ucap Diandra, dia sudah muak dengan sikap kekanakan Andrian. Alex hanya mengangguk, dia lebih memilih untuk menutup mulutnya untuk situasi saat ini.

Tapi, belum kaki Diandra menyentuh tangga pertama, sebuah pelukan erat sudah menahannya. Pelukan yang penuh dengan ketakutan itu semakin erat menenggelamkan Diandra.

Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang