Happy reading!
***
Hari-hari terus bergulir tanpa permisi. Matahari dan bulan silih berganti menemani langit yang terkadang kesepian. Kisah demi kisah terus mengisi halaman-halaman kosong dengan penanya. Kecuali kisah Diandra dan Alex. Tidak ada lagi mereka dalam satu paket. Keduanya melanjutkan kisah mereka masing-masing.
Dan sekarang, dengan ditemani temaram lampu tidur, Diandra hanya terdiam memandang lampu-lampu Jakarta dari jendela kamarnya. Berwarna-warni dan tampak indah dibawah langit tanpa bintang. Dengan memeluk lututnya, Diandra memikirkan apapun yang ada di otaknya.
Di belakang Diandra, terdapat sebuah koper besar yang berisikan pakaiannya. Ya, dia memutuskan untuk meninggalkan Jakarta dengan semua kenangannya. Setelah hari itu, Diandra seakan-akan terperangkap sendirian dalam luasnya Jakarta. Karena setiap ia melangkah, kenangannya bersama Alex selalu ikut. Setiap jengkal jalanan Jakarta memiliki cerita tersendiri untuknya.
Terkadang Diandra ingin berpura-pura hebat di depan dunia dengan memberanikan diri untuk sekedar menyapa Alex saat beberapa kali mereka berpapasan di depan gerbang sekolah. Jangankan untuk menyapa dan mengarahkan indera penglihatan sepenuhnya pada pria itu, untuk meliriknya saja Diandra tidak sanggup.
Diandra juga ingin seperti orang lain yang mengucapkan selamat pada Alex saat pria itu berhasil menduduki peringkat 3 untuk nilai UN di sekolah. Tapi senyum pria itu saja bagaikan mimpi buruk baginya. Diandra hanya bisa membanggakannya dalam hati. Setidaknya Alex mendengar ucapannya untuk nilai UN yang bagus.
Dan mendengar pernikahan Alex akan diselenggarakan sekitar seminggu lagi, Diandra benar-benar harus merelakan Alex. Dia akan menjadi milik orang lain sepenuhnya.
"Di?"
"Iya, mah?" Diandra segera mengakhiri acara melamunnya.
Setelah mendapat sahutan, Bu Tari segera membuka pintu kamar Diandra. Dia tersenyum hangat begitu melihat anaknya berjalan ke arahnya.
"Ada apa?"
"Mamah yang harusnya nanya gitu. Ada apa? Kenapa belum tidur? Inget, besok kamu take off jam sembilan lho."
Diandra hanya tersenyum mendengar perkataan Bu Tari, ibunya.
Pak Delon dan Bu Tari menikah sekitar pertengahan Februari. Dan Diandra bahagia untuk bersatunya kedua orang itu. Pak Delon bilang, Bu Riani tetap wanita yang sangat dicintainya. Tapi Bu Tari adalah wanita yang akan terus dicintainya hingga maut. Mereka sama-sama dicintai oleh Pak Delon, dan dia tidak bisa mengukur cintanya untuk dua wanita luar biasa itu.
"Ini mau tidur," Diandra berjalan ke tempat tidurnya untuk menghindari kemarahan Bu Tari karena sudah larut malam, dan ia belum juga tidur.
"Ya sudah, mamah keluar ya. Kamu beneran tidur!" tegur Bu Tari sekali lagi.
"Iya, maahh..."
Sebelum keluar, Bu Tari mencium kening Diandra terlebih dahulu seperti biasanya. Bahkan itu kurang, Diandra terbiasa menerima ciuman Pak Delon juga. Tapi ia harus rela libur karena Pak Delon sedang sibuk di ruang kerjanya. Dia rela menyelesaikan tugasnya yang banyak dalam semalam untuk bisa mengantarkan Diandra besoknya.
"Selamat datang, Ndro."
☀☀☀
"Papah sih pake lembur segala!"
"'Kan bisa antar Dian, mah," bela Pak Delon sekali lagi.
"Tapi jadinya telat, pah!" sekali lagi Bu Tari memperjelas kesalahan Pak Delon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]
Teen FictionDiandra Putri, wanita dingin dengan pahatan sempurna di wajahnya. Dia tidak akan segan untuk melayangkan tinjuan pada siapa saja yang mengganggu ketenangannya. Banyak yang menyatakan cinta pada Diandra, tapi selalu berujung dengan penolakan disertai...