12. Bukan Sejoli

20.2K 1.1K 19
                                    

Happy reading!

***

Diandra hanya diam di kamarnya sepulang mengantar Andrian tadi pagi. Meskipun siang ini cerah, tapi dia tidak tertarik untuk pergi keluar menghabiskan hari liburnya. Dia masih setia duduk di depan jendela dengan buku mata pelajaran di tangannya. Dia berusaha untuk fokus.

Saat di bandara tadi, Andrian melihatnya dengan sendu. Seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi berulang kali ia urungkan. Meskipun Diandra tahu kalimat apa yang sekiranya akan dikatakan pria itu, tapi Diandra akan setia menunggu sampai ia bisa mendengarnya sendiri.

Yang selalu ditekankan sahabatnya itu adalah tentang makan. Andrian tidak suka jika Diandra terlalu fokus belajar sampai lupa makan.

Kemudian perhatiannya tertuju pada ponsel di sampingnya yang menyala. Menampilkan pop up chat dari Andrian.

From Andrian : Gue mau take off. Wait for my chat, please.

Mereka tidak akan berpisah lama, hanya sekitar satu minggu. Tapi Diandra selalu mengalami gejolak semacam ini setiap Andrian jauh. Seperti ada sesuatu yang dibawa oleh pria itu darinya.

"Di?" panggil Pak Delon dari balik pintu.

"Masuk aja, Pah."

Diandra sangat tidak suka ada yang masuk ke kamarnya tanpa izin. Hal itu membuat Pak Delon harus memanggilnya terlebih dahulu jika hendak menemui anaknya. Dan kebiasaan itu sudah ada sejak Diandra masih kecil.

Pernah suatu ketika Diandra marah pada ayahnya karena Pak Delon masuk tanpa mengetuk pintu, saking senangnya karena tahu Diandra menjadi juara pertama saat SMP. Terjadilah pemogokan bicara selama dua hari. Dan semenjak hari itu, Pak Delon lebih memilih untuk mengikuti setiap aturan yang dibuat anak kesayangannya.

"Temenin Papah makan, yuk," Pak Delon tidak masuk, dia hanya bersandar ke pintu dengan tangan yang tersimpan di saku celanya.

Di hari libur seperti ini, cara berpakaian Pak Delon lebih santai. Hanya kolor hitam dengan kaos putih oblong. Paras rupawan membuat dia terlihat seperti remaja masa kini.

Diandra mengangguk dan menyimpan bukunya di atas kasur dengan asal. Pak Delon merenggangkan tangannya saat Diandra berjalan ke arahnya. Kemudian mencium puncak kepala Diandra saat putrinya itu ada di pelukan. Sedangkan tangan Diandra sudah melingkar di pinggang Pak Delon.

Mereka hanya tinggal berdua setelah kepergian Bu Riani, istri Pak Delon. Dan Pak Delon lah yang masak untuk makanan mereka sesekali. Kecuali saat malas, barulah mereka memutuskan untuk makan di luar.

"Kamu lesu banget setelah kepergian Drian. Galau, ya?" Pak Delon menarik kursi untuk anaknya, kemudian membalikkan piring Diandra layaknya seorang ibu.

"Ck!" Diandra berdecak. "Biasa aja! Paling juga Drian yang galau," Diandra segera mengambil nasi berserta lauk yang ada di meja setelah mecuci tangannya di mangkuk.

"Kalau Drian sih udah keliatan, Di. Cuma kamu yang belum jujur sama perasaan kamu," ucap Pak Delon setelah menyeruput air mineral dari gelasnya.

"Emang Drian udah jujur?" ketus Diandra. "Dia terlalu takut sama opininya sendiri. Masa Dian yang harus jadi gentleman? No, thanks!" Diandra memasukkan suapan pertamanya.

"Apa perlu Papah yang kasih ilmu sama Drian? Biar dia tahu gimana cara menaklukan anak papah yang jantan ini?"

Diandra menggeleng pelan, "Nggak perlu, Pah. Kita lihat aja sampai mana kepecundangan dia."

Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang