Happy reading!
***
Pak Delon dan Bu Tari sedang siaga. Diandra berubah 180 derajat semenjak liburannya ke Lembang batal. Wanita itu menjadi sangat irit bicara. Jangankan bercerita karena inisiatif sendiri, ketika ditanya pun Diandra sering tidak menjawab. Apalagi jika pertanyaan itu mengenai Alex, sudah pasti yang didapat hanya tatapan sinis yang sangat menohok.
Seperti waktu itu, ketika mereka bertiga hendak makan malam bersama di restoran lantai dasar apartemen. Mereka sudah duduk, sudah sangat siap menyantap makanan. Tapi, karena Pak Delon yang tiba-tiba menanyakan tentang hubungan Diandra dan Alex, makan malam jadi hancur.
Diandra tidak menjawab, dia hanya berdiri sambil membawa piring spaghetti begitu saja. Membiarkan pelayan berteriak meminta Diandra mengembalikan piring. Untung saja Pak Delon langsung berdiri dan berkata bahwa dia akan membeli piring yang dibawa oleh anaknya. Jika tidak, sedikit saja pelayan itu mengusik kesabaran Diandra, sudah pasti piring spaghetti akan berubah menjadi piring terbang.
Diandra tidak banyak keluar kamar, hanya sesekali untuk mengisi perut atau menyegarkan tenggorokannya. Dan pernah sekali Diandra keluar kamar bukan karena untuk dua hal itu. Dia datang ke ruang kerja Pak Delon dan menunjukkan ponselnya yang sudah tidak berbentuk. Pak Delon yang mengerti maksud putri kesayangannya itu segera bangkit dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja untuk segera membeli ponsel baru.
"Coba mas tanya Alex, siapa tahu dia mau bicara," saran Bu Tari sambil mempersiapkan kotak sarapan untuk Pak Delon.
"Kenapa saya tidak kepikiran sampai sana?" Pak Delon segera merogoh ponsel dari saku jasnya.
"Jangan sekarang juga, mas. Ini waktunya dia siap-siap ke sekolah."
Benar, hari ini adalah hari pertama seluruh siswa memasuki semester baru. Begitupun dengan Diandra dan Alex. Dan Pak Delon masih cemas karena suasana hati anaknya belum juga membaik.
"Dian berangkat, pah,"
Tubuh Pak Delon sedikit terlonjak karena suara itu. Huh, Diandra benar-benar menakutkan! Untung saja Pak Delon cepat berpegangan ke meja makan untuk menyeimbangkan tubuhnya. Jika tidak, ia harus terlihat konyol di depan Bu Tari.
Sekali lagi Pak Delon merasakan atmosfer yang mencekam begitu melihat tangan mungil Diandra berada di sampingnya.
"Huh?" ekspresi Pak Delon terlihat sangat bodoh. "Oh, iya."
Diandra meminta uang jajan. Meski dia sedang mogok bicara, tapi dia tidak akan mengenal mogok makan seumur hidupnya. Jika sampai itu terjadi, Pak Delon bisa pingsan karena khawatir. Tentu saja, itu bukan hal yang baik.
☀☀☀
Keluarga Sertoadji sudah meminta maaf padanya secara tulus. Bahkan dia juga sudah ikut dalam group chat seluruh anggota keluarga. Bukan hanya ikut, Diandra sering membalas chat-chat sepupunya dan itu disambut baik. Tapi, semenjak kejadian tidak mengenakan di coffee shop, Diandra tidak mood untuk menggerakkan jemarinya di atas keyboard ponselnya untuk ikut nimbrung jika memang itu dirasa kurang penting di mata Diandra.
Ponsel Diandra rusak karena dia sedang sangat kesal, frustasi, putus asa. Alex tidak membalas pesannya. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Selain itu, Alex juga tidak mengangkat panggilan dari Diandra. Jangankan diangkat, setiap menelepon selalu saja ditolak.
Alexandro lah yang membuat suasana hati Diandra mendung akhir-akhir ini. Dia juga sedang merenungkan tentang keputusan yang akan diambil Alex untuk hubungan mereka. Diandra terlanjur sayang pada biang kerok itu. Dia tidak mau kehilangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]
Ficção AdolescenteDiandra Putri, wanita dingin dengan pahatan sempurna di wajahnya. Dia tidak akan segan untuk melayangkan tinjuan pada siapa saja yang mengganggu ketenangannya. Banyak yang menyatakan cinta pada Diandra, tapi selalu berujung dengan penolakan disertai...