Happy reading!
***
Andrian sudah tampan meskipun menggunakan kostum basket dengan keringat di seluruh tubuhnya. Semua siswi SMA Garuda akan rela meninggalkan kantin jika mengetahui pria satu itu sedang menggiring bola di lapangan. Meskipun badannya lengket dan rambutnya lepek, semua siswi rasanya akan rela dipeluk olehnya.
Apa jadinya jika semua siswi SMA Garuda melihat bagaimana penampilan Andrian saat ini? Dia sedang menggunakan kemeja navy yang dibalut dengan jas abu-abu. Karismanya semakin bertambah karena dasi senada membelit leher pria jangkung itu.
Andrian berdiri dengan wajah lelahnya di ambang pintu apartemen Diandra. Matanya terus terpaku pada makhluk di depannya yang menguap berulang kali karena baru bangun tidur. Rambut bergelombang Diandra saat ini sudah sangat acak-acakan. Entahlah, bagaimana tidur Diandra sampai penampilannya begitu berantakan.
"Pulang dari kondangan lo?" Diandra melangkah menuju dapur setelah membuka pintu untuk Andrian.
"Tahu! Acara walikota nggak ada seru-serunya!" Andrian menenggak habis minuman soda yang diambil dari kulkas. Memang begini, rumah Diandra adalah rumah Andrian, begitu pula sebaliknya.
"Udah kebaca! Acara begituan tuh bikin ngantuk doang!" Diandra langsung menyalakan televisi seusai mencuci mukanya di wastafel.
"Papah lo mana?" Andrian ikut duduk di sofa dengan beberapa snack yang dicurinya dari kulkas.
"Ketemu client gitu sih bilangnya."
Kemudian mereka sama-sama fokus pada layar televisi yang menampilkan berita. Hanya suara presenter dan kunyahan keduanya yang memenuhi ruang tengah apartemen.
Kaki jenjang Diandra yang hanya dibalut kolor selutut bergerak ke atas paha Andrian. Andrian tak peduli, dia tetap anteng dengan makanannya. Meskipun setelannya saat ini tidak murah, yang terpenting adalah nyamannya Diandra di sisinya.
"Mandi sonoh!" seru Andrian tiba-tiba.
"Bentar lagi, Yan," berita yang kini sudah berganti acara olahraga begitu menarik untuk Diandra sampai enggan untuk mandi meski sudah sangat sore.
"Inget hutang lo? Gue mau nagih malem ini."
"Hutang apaan?!" Diandra merasa kaget sendiri tahu dia punya hutang. Sepengetahuannya, dia tidak pernah meminjam uang pada Andrian. Lagi pula, jika mereka membeli makanan sekedar untuk memuaskan lidah, pasti Andrian akan membayarnya dengan cuma-cuma.
"Muka lo!" Andrian melempar beberapa kacang pilus ke rambut Diandra yang masih berantakan. "Hutang janji buat makan malem bareng gue. Inget lo?"
"Makan malem di rumah aja kali, Yan. Nunggu bokap gue pulang," satu keripik kentang menjejal mulut Diandra.
Maksud Diandra, mereka makan malam di rumah dengan menjadikan Pak Delon sebagai koki untuk menunya. Jangan salah, meski seorang pria duda, masakan Pak Delon tidak kalah dengan hasil karya chef di restoran bintang lima.
"Gue maunya makan malem berdua, Di. Masa iya ada bokap lo."
Diandra terdiam. Kemampuannya akhir-akhir ini selalu datang pergi. Itu pun dalam waktu yang tidak bisa diperkirakan. Muncul semaunya, hilang jika ingin. Dan saat ini, meski menelisik mata Andrian sedalam mungkin, tapi Diandra tidak bisa membacanya.
"Okay, gue mandi dulu," Diandra menarik kakinya dari pangkuan Andrian dan segera menuju kamarnya.
Tidak ada salahnya dia mengikuti kemauan Andrian yang satu ini. Jika sudah dibayar, bukankah ke depannya Diandra akan bebas? Dan apa salahnya jika dia menjadi normal untuk kali ini? Mungkin saja akan terasa lebih baik jika kemampuannya itu benar-benar hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]
Teen FictionDiandra Putri, wanita dingin dengan pahatan sempurna di wajahnya. Dia tidak akan segan untuk melayangkan tinjuan pada siapa saja yang mengganggu ketenangannya. Banyak yang menyatakan cinta pada Diandra, tapi selalu berujung dengan penolakan disertai...