Happy reading!
***
Seperti apa yang dikatakan Alex, mereka bertemu di parkiran, tepat di samping vespa Alex yang menjadi saksi bisu setiap perjalanan mereka berdua. Diandra menatap helm hitam yang diberikan Alex. Tanpa dia sadari, senyum terukir di wajahnya. Dia rindu helm itu.
Syukurlah Alex memberikan kesempatan pada Diandra untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Diandra akan menjelaskan semuanya secara rinci, lalu memulai hubungan ini dengan cara yang lebih baik. Bukan untuk membuktikan Diandra tidak lesbi, bukan pula untuk memenuhi hasrat penasaran Diandra terhadap Alex, tapi karena mereka suka sama suka.
Meskipun padat merayap, Diandra menikmati perjalanan kali ini. Jakarta akan terasa aneh jika tidak macet. Diandra tidak peduli, karena saat ini dia sedang duduk berdua dengan orang yang semestinya bersamanya.
Lain halnya dengan pemikiran Alex. Alex tidak pernah mengharapkan hari ini datang, hari dimana ia harus menyudahi semuanya. Biar saja Diandra menjalin hubungan dengannya karena penasaran semata-mata, dia tidak peduli. Bahkan, jika kebenarannya Diandra memanfaatkan dirinya untuk menyembuhkan penyakit membaca pikiran pun, itu bukan masalah untuknya. Yang terpenting, Diandra mau terus bersamanya.
Bisa dipastikan, setelah hari ini, ia tidak bisa lagi bersama Diandra.
"Lho, ngapain kita kesini, Ndro?" Diandra terheran-heran sambil terus memperhatikan sekeliling.
"Udah, lo ikut gue aja," Alex menyimpan helm hitam yang diberikan Diandra dan segera berjalan terlebih dahulu. Tidak ada gandengan, tidak ada kata ajakan. Dia terlalu sakit untuk melakukan hal itu.
Diandra tidak mau banyak tanya. Alex bersedia meluangkan waktunya saja sudah membuatnya kentara senang. Dua minggu tanpa candaan garing Alex benar-benar telah membuatnya hampir mati karena bosan.
Mata Diandra terus saja memperhatikan sekitarnya. Bukan karena Diandra asing dengan tempat ini, tapi karena Diandra perlu berjaga-jaga, siapa tahu saja Alex merencanakan sesuatu. Aneh bukan jika Diandra harus menjelaskan kesalahpahaman dalam hubungan pacaran di rumah sakit?
Langkah Diandra dan Alex berhenti tepat di depan pintu kamar inap nomor 22. Diandra melemparkan tatapan tanya pada Alex yang menatapnya dengan sendu. Seketika, perasaan Diandra dilanda gelisah.
"Is everything okay, Ndro?" Diandra bertanya sambil memegang bahu Alex. Tidak pernah Diandra melihat Alex seperti itu, ia jadi khawatir.
Mata Alex menatap Diandra lekat-lekat, terus tenggelam dalam retina cokelat tua yang begitu indah. Lalu terperangkap diantara bulu mata lentik Diandra. Inikah saatnya?
"I hope so," jawab Alex sembari membuka pintu kamar inap itu dan kemudian masuk. Lagi, dia tidak menggandeng tangan Diandra.
Diandra menatap punggung Alex. Dia tahu, ada sesuatu yang ingin dibicarakan pria itu, tapi Alex hanya bisa memendamnya. Ada sesuatu yang menyakiti Alex, tapi Alex tidak bisa keluar jika bukan karena bantuan Diandra. Tapi apa itu?
"Kak Alex!"
Langkah Diandra terhenti begitu melihat siapa wanita yang menyapa Alex sembari berhambur ke pelukan Alex. Di depan matanya, Marla tersenyum bahagia dalam dekapan Alex. Dan apa yang dilakukan Alex itu? Membalas pelukan Marla?!
Dengan cepat Diandra mendekati keduanya dan menarik tubuh Marla menjauh dari Alex. Dia memang pencemburu, dan baik Alex ataupun Marla, keduanya sangat tahu bagaimana buruknya perangai Diandra jika sedang cemburu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rude Beautiful Girl [Sudah Terbit]
Teen FictionDiandra Putri, wanita dingin dengan pahatan sempurna di wajahnya. Dia tidak akan segan untuk melayangkan tinjuan pada siapa saja yang mengganggu ketenangannya. Banyak yang menyatakan cinta pada Diandra, tapi selalu berujung dengan penolakan disertai...