20

14.1K 622 19
                                    

Bolehkah aku berharap pada setitik harapan?

"Kamu mau gak jadi pacar aku?"

****

Malam sudah cukup larut ketika bel berbunyi kemudian Alya membukakan pintu. Siapa lagi yang akan datang malam malam kalau bukan Gavin yang baru pulang ngapelin Kayla. Cerita ini memang bukan menceritakan Gavin dan Kayla namun selalu ada mereka. Itulah hidup, bukan hanya tentang aku dan kamu lalu ada dia tapi tentang kita semua.

"Dek, mau tau gak?"

"Nggak" Alya berjalan menuju kamarnya tanpa mempedulikan Gavin yang terus memburunya.

"Dek abang gak jomblo lagi loh, masa kamu gak mau tau" cercah Gavin yang mulai mengalihkan Alya.

Alya menatapnya intens "Emang siapa yang mau sama abang?"

"Dia......."

Flashback on

Pukul 19.38
Taman kota

Banyak orang yang sedang mengunjungi tempat ini, entah hanya sekedar membawa anaknya bermain atau mungkin hanya melihat sekitar menikmati fasilitas yang ada bersama teman atau pacar.

Sepasang anak cucu adam ini kini sedang berjalan dengan diam. Mencoba mencari tempat yang bisa diduduki. Melihat sekitar, lalu menemukan satu tempat yang pas.

"Kamu tunggu disini ya" pinta sang pria.

"Oke. Jangan lama ya" jawab sang wanita yang berjalan bersamanya tadi.

Sang pria pergi entah kemana, kemudian bergegas kembali ketempat wanita tadi berada.

Tiba-tiba seseorang berdiri didepannya dengan kembang gula(gulali) berwarna putih ditangannya yang membuat wanita itu terpaku. "Kamu tau gak kenapa aku lebih milih gulali putih?"

Dengan lamban wanita itu menggeleng.

"Aku milih yang putih karena aku tau hati kamu itu bersih seperti warna putih tanpa noda. Kamu mau gak jadi pacar aku?"

Lagi Kayla hanya bisa mengangguk seolah sudah dikendalikan hingga Gavin memeluknya dengan erat tanda syukur yang dimilikinya. Kayla langsung tersadar ini semua bukan mimpi.

***

Alya sudah mendengarkan semuanya, betapa beruntungnya Kayla tanpa menunggu lama dia sudah bisa bersama dengan pria yang disukanya. Tapi bagaimana dengan Alya? Mengapa semuanya terasa lama, terasa berat, dan seolah tak mungkin digapai?

Mencoba mengenyahkan pikiran seperti itu, Alya mencoba untuk tidur. Menutup mata dan berharap esok adalah hari yang terbaik.

****

Pagi harinya Alya sudah siap berangkat ke sekolah, tidak ada Rama yang biasa menjemput. Hanya Gavin yang mengantarnya.

"Hft" helaan nafas kasar Alya begitu tiba.

Berjalan dikoridor sekolah membayangkan apa yang terjadi membuat moodnya buruk. Ia terbayang akan Kayla yang akan mengoceh tentang bagaimana Gavin kemarin saat menembaknya.

Bukan Alya tak suka, dia juga senang tapi hanya saja pikirannya benar benar penuh sejak semalam. Bukankah jika ada dua pihak yang benar benar saling menyukai akan lebih mudah untuk menjalin hubungan?

Lalu mengapa dia sulit? Tapi apakah dia hanya kegeeran menganggap Rama juga menyukainya. Jangan-jangan yang selama ini terjadi hanya karena kasihan, bukan karena Rama menyukainya? Astaga, mengapa semuanya terasa begitu rumit?!?

XXLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang