27

219K 7.8K 27
                                    

Putri dan teman-temannya yang melihat itu bingung tidak mengerti karena Kate lari begitu saja saat ditanya oleh seorang wartawan.

"Lah ko dia lari gitu aja sih?" tanya Sena

"Mungkin dia gamau jawab," celetuk Iren

"Eh tapi gue gapercaya deh kalo Kate itu teman lamanya Putra. Kalian percaya ga sih?" kata Sena

Laila menggeleng dan Iren mengangguk sedangkan Putri hanya diam tidak menggeleng ataupun menganggukkan kepala.

"Gue sih percaya aja," kata Iren

"Gak masuk akal kalo mereka teman lama." kata Laila

"Ish yaudah atuh jangan ngomongin orang terus. Udah sore nih, Ayo pulang." kata Putri sedikit malas jika yang dibahas Putra lagi Putra lagi.

Tiga temannya itu pun mengangguk bersamaan dan mereka ber-empat pun kembali melangkahkan kakinya keluar hendak menuju halte.

Putri sesekali menoleh kearah belakang, Berharap melihat Kate. Sungguh dirinya sedikit tidak tega dengan Kate, pasti itu rasanya sangat menyesakkan dicampakkan oleh kekasih sendiri dan tidak dianggap.

Si Putra menyebalkan itu mau enaknya saja, dia tidak menganggap kekasihnya sendiri didepan publik. Bukankah itu sesuatu yang kejam? Putri sangat yakin bahwa Kate merasa sakit hati sekarang.

~~~

Putra baru tiba dirumahnya, kakinya melangkah masuk kedalam saat pintu utama sudah terbuka lebar. Baru beberapa langkah kakinya berjalan itu, tiba-tiba dirinya sudah dikejutkan dengan neneknya yang berdiri tepat dihadapannya.

"Astaga! Kau mengejutkan ku nek!"

"Kau mau tahu sebuah kejutan tidak?" tanya Martini

"Kalau kau memberitahu itu namanya sudah bukan kejutan lagi," balas Putra

Martini terkekeh. "Ah benar juga ya, Baiklah aku akan memberikan sebuah kabar gembira untukmu."

"Menurutku tidak ada kabar gembira untuk saat ini," balas Putra dengan nada datar

"Aku yakin kau akan senang mendengarnya,"

Putra mengangkat sebelah alisnya penasaran, "Apa itu?" tanyanya

Martini lalu menepuk dua kali telapak tangannya dan munculah dari balik tembok sosok pria yang usianya tak terpaut jauh dari Putra. Pria itu mengenakan setelan sweater serta celana denimnya. Dia adalah Devano Marvel, Kakak angkatnya Putra.

Putra hanya menatap orang itu datar, menurutnya ini bukanlah kabar gembira.

Devano berjalan mendekat kearah adiknya itu dengan senyuman manis yang mengembang sehingga menampakkan lesung pipinya yang dalam.

"Hei kau!" sapa Devano kepada Putra

"Apa kabar mu?" tanya Devano

"Seperti yang kau lihat sendiri," jawab Putra dengan nada datar

Devano terkekeh pelan. "Kau tidak permah berubah, masih tetap datar dan dingin."

Putra lalu menoleh kearah neneknya itu yang masih berdiri didekatnya,
"Sudah kan nek? Sekarang aku ingin kekamar." ujarnya lalu pergi begitu saja meninggalkan Devano serta Martini yang masih diam ditempat.

Devano menatap punggung Putra dengan tatapan bingungnya. Martini lalu membuka suara, "Putra akhir-akhir ini sedang banyak masalah, biarkan dia istirahat dulu." ujar Martini

Devano mengangguk mengerti. "Oh baiklah,"

Sejak Devano tinggal di London untuk menyelesaikan kuliahnya itu, dirinya tahu semuanya tentang keluarganya termasuk tentang Putra dimana dia yang tak lama lagi akan segera menikah karena sebuah surat wasiat yang ditinggalkan kakek.

Devano selalu bertukar cerita dengan neneknya jika ada mereka berdua ada waktu renggang, disaat-saat itu lah Devano mengetahui semua yang dilalui keluarganya. Dikeluarga ini Devano lebih dekat dengan Martini-neneknya, karena memang hanya Martini lah yang sering menemani dirinya berkomunikasi saat di London.

Devano sudah tiba dikediaman orangtuanya ini sejak tiga jam yang lalu, dirinya pun sudah bertemu dengan kedua orang tua angkatnya yaitu Emily dan Sean Marvel.
Ayah serta ibu angkatnya itu tampaknya sangat sibuk hari ini jadi Devano sedikit tidak ingin menganggunya.

~~~

Putri segera bergegas keluar dari dalam bus saat bus yang ditumpanginya berhenti tepat dihalte yang tak jauh dari rumahnya. Ketiga temannya itu sudah lebih dulu turun dihalte sebelumnya, karena memang rumah Putri lah yang terjauh dari ketiga temannya itu.

Dirinya berjalan kaki dari halte menuju rumahnya, Jaraknya tidak terlalu jauh jadi Putri selalu berjalan kaki dari halte menuju rumahnya. Begitu juga jika saat berangkat sekolah, dirinya dari rumah menuju halte pun berjalan kaki, tetapi Putri tidak sendirian karena dirinya bersama dengan adiknya.

Saat tiba didepan rumahnya Putri mendapati para tetangganya berkumpul dirumahnya sangat ramai dan samar-samar Putri mendengar suara ribut-ribut dari dalam rumahnya. Suara bantingan beberapa barang kaleng yang terdengar hingga keluar dan membuat para tetangga didekat rumahnya keluar rumah untuk melihat kejadiannya langsung.

Putri langsung menerobos beberapa orang yang menghalangi jalannya. Dirinya penasaran, ada apa sebenarnya?

Saat dirinya sudah tiba didalam, tiba-tiba saja mulutnya melongo lebar saat mendapati seluruh barang-barang perabotan dirumahnya ini begitu berantakan tidak teratur.

Terdapat tiga orang pria bertubuh besar dan tegap yang Putri tidak kenali. Mereka bertiga berusaha ingin mengambil beberapa perabotan elektronik rumahnya secara paksa.

Putri melihat Ayahnya serta ibunya itu sedang menahan-nahan agar barang-barang berharganya tidak ambil paksa oleh tiga pria bertubuh besar itu.

Viona hanya menangis disudut ruangan, karena sepertinya dia bingung harus berbuat apa.

"Ibu?! Ayah?!" pekik Putri

Seketika Loiren, Tyo dan Viona menoleh keasal suara. Tiga pria bertubuh besar itu pun juga ikut menoleh.

"Kakakkk!!" panggil Viona dengan nada ketakutannya

Putri langsung berlari menghampiri Viona lalu memeluknya erat.

"Ada apa ini Ayah? Ibu?" tanyanya tidak mengerti

.
.
.
TBC

Putra, Putri, & Perjodohan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang