Apa yang akan kamu lakukan jika melihat orang yang selalu kamu tunggu, seseorang yang selalu berada di pikiran dan hatimu itu berubah? Apakah kamu akan berhenti mengharapkannya? atau mungkin masih menunggunya dengan sabar?
-After Rain : 10 Years Later
...
Semua orang bisa memilih untuk menjadi penyendiri, namun sayang tak semua orang ingin memilih untuk merasakan sepi. Sepi seolah-olah menjadi satu hal yang paling menyebalkan, dimana hati terasa begitu kosong, pikiran dapat menjadi kacau, belum juga merasakan suatu ketakutan yang tiada beralasan.
Terasa klise dan konyol. Itulah yang sering Radin rasakan tahun-tahun belakangan ini dan parahnya dirinya tidak dapat menghilangkan rasa sepi tersebut. Mungkin adakalanya ia ingin memberontak, namun seperti biasa dirinya selalu merasa terkekang, seolah terkekang dengan garis batas yang ia buat.
Perlahan mata bundar itu terpejam, diembuskannya napas panjang seraya bersandar di kursi hitam putarnya, setelah memerhatikan naik turunnya grafik yang berada di layar laptopnya.
Tok... tok...
"Masuk," ucap Radin, tampak laki-laki yang beberapa tahun jauh lebih muda masuk ke dalam ruangannya. Anak itu mengembus napas terengah, kemeja birunya tampak dibasahi oleh keringat. Kedua alis tebal Radin terangkat. "Ada apa?"
"Di gerbang toko bangunan ada keributan Pak."
Radin mengernyit, memutar posisi kursi, menghadap ke arah luar sejenak. Diedarkannya pandangan ke sisi kanan, memerhatikan toko bangunan dari ruangan kerjanya. Satpam serta seorang anak kecil tengah berada di sana, anak perempuan itu menggeleng seraya mencengkram erat sesuatu di tangannya dan jangan lupa pula...
Mata bundar Radin menyipit tajam, Dimas yang tadinya tengah bekerja kini berjalan mendekati anak tersebut dengan bingung.
Sebenarnya tidak seharusnya Radin peduli, bisa jadi anak itu salah satu keluarga Dimas dan hanya ingin meminta izin berbicara sejenak. Tapi jika hanya berbicara, tidak mungkin satpamnya mencegat dan memaksa seperti itu bukan? Bisa jadi hal ini berkaitan dengan bisnisnya.
Tak tahan dengan rasa penasarannya, secepat mungkin Radin bangkit, mengencangkan dasi cokelat di lehernya seraya merapihkan kerah kemeja. "Saya turun sekarang."
___
Tempat kerja Dimas.
Rein menggigit bawah bibir dengan erat seraya menuruni bus oranye yang baru saja berhenti di sebuah halte. Dilangkahkan kaki dengan cepat, begitu melihat toko bangunan yang sama seperti logo seragam kerja Dimas.
Perlahan gadis itu mencengkram sandangan tas dengan erat, berusaha menahan rasa paniknya. Freysha, entah apa yang dilakukan anak itu sendirian di sini. Mungkin tanpa sepengetahuan Dhei, terlebih lagi orangtuanya. Dan percayalah, terkadang Rein merasakan sifat Freysha jauh lebih ekstrim dibandingkan Dhei yang ketika masih sekolah.
Mungkin sifat selalu seenaknya dan melanggar aturan itu masih tetap sama. Hanya saja jika Dhei yang dulu hanya melakukannya di sekolah maka Freysha sebaliknya. Dan parahnya sifat itu hanya dapat mencelakakan diri sendiri, anak itu mengikuti keinginan tanpa tahu akibat serta resiko yang dihadapi.
"Saya cuma mau lihat apa yang kamu rekam barusan!"
Rein menghentikan langkah seketika, berdiri di ambang gerbang toko bangunan. Tampak gadis kecil itu menunduk, menggeleng pelan, seraya mencengkram hp putih di tangannya dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
General Fiction[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...