Namaku Rein.
Rain a Rein?
Ya, namun itu dari nama yang ia beri. Dari anak laki-laki, yang berdiri di bawah hujan dengan senyumnya yang terukir. Dengan menahan sakitnya ia berusaha untuk tersenyum mengalihkan pikiran negatif yang menghantui.
Sahabat. Hanya itu yang ia pikirkan. Dirinya masih mempunyai sahabat, dan tak ada hal yang perlu ditakutkan, hingga semuanya menghilang. Satu demi satu meninggalkannya.
Maaf, ingin rasanya aku mengatakan. Namun kata maaf dan terimakasih itu tidak dapat tersampaikan. Oh! Atau mungkin... apa perlu aku mengucapkan kata cinta itu sekarang?
Aku, si payung peneduh yang sangat merindukan hujan, aku si payung peneduh yang begitu mengagumi hujan, dan aku si payung peneduh yang begitu mencintai hujan.
Aku mencintainya, sangat mencintainya.
Ah! Bagaimana bisa diriku yang sepuluh tahun kemudian mengucapkan kalimat ini? Memalukan, namun tidak dipungkiri pula, jika ia masih hidup dalam kesendiriannya aku ingin ia membacanya.
Membaca setiap lembaran tentangnya yang pernah kutulis. Mulai dari hal kecil seperti rasa mual yang harus ditahannya ketika makan di kantin. Hingga hal besar seperti...
Ya... ia posesif. Mungkin itu alasan kenapa ia tidak ingin jatuh cinta, mengungkapkan perasaan kepada orang yang ia cinta.
Untuk anak laki-laki yang berdiri di bawah derasnya hujan, bagaimana kabarmu sekarang? Apa kamu sudah bisa tersenyum kembali? Apa kamu sudah bisa membangun hidup dengan baik?
Aku ingin mendengar jawabannya. Aku merindukan suara bass lembutnya.
Ahh... menjadi dewasa terkadang benar-benar melelahkan ya? Begitu lelah apalagi ketika terjebak di dalam sebuah masa indah 3 tahun abu-abu kita.
Mimpi. Semua bagaikan mimpi. Dan kini baru aku sadari...
Kamu, seorang Radin Anggana. Kamu bukanlah sekedar ilusi yang berada di buku ini. Kamu nyata dan selalu menetap di hati hingga saat ini.
Rain a Rein.
Gadis sepuluh tahun lalu yang selalu mengagumi bayangmu.🌂🌂🌂
Brak!!
Radin, pria dua puluh tahunan itu melempar buku bacaannya ke meja dengan kasar. Giginya menggertak geram bersamaan dengan kedua tangannya yang tergepal erat. Perusahaan yang tadinya ramai dengan para pekerja kini perlahan mulai sepi, seluruh peralatan maupun dokumen sudah dikemas dan beberapa pula ruang kantor ditutup rapat oleh si pemegang kunci perusahaan.
Radin yang sudah hampir setengah jam duduk di kursi hitamnya kini berputar arah, memehartikan pemandangan luar melalui jendela perusahaan. Wajar saja jika sekarang hanya ada dirinya dan beberapa orang yang tersisa di perusahaan ini, langit sudah mulai gelap begitu juga dengan embusan angin malamnya yang begitu kencang.
Hening, sepi. Sungguh ada kalanya Radin begitu benci di situasi seperti ini. Dan percayalah, dirinya memang tidak merasa baik sedari siang tadi. Oh! Atau mungkin dirinya tidak pernah merasa baik?
Perlahan, Radin tersenyum sinis, menyetujui pemikirannya. Mungkin di hadapan orang-orang awam, dirinya terlihat baik-baik saja, dirinya begitu tenang tanpa ada masalah. Namun pada nyatanya? Orang-orang itu sepenuhnya salah, dirinya menyimpan begitu banyak hal yang mengganjal baik pikiran maupun hatinya. Menyimpannya terlalu lama hingga pada akhirnya menyakiti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Fiction générale[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...