41 : : BATAS

518 51 5
                                    

Pada akhirnya ia harus melawan batas-batas itu kembali, batas-batas yang ia anggap melindungi padahal menyakiti, yang ia anggap terbaik padahal itu adalah keputusan terburuk yang pernah ia miliki.

-After Rain : 10 Years Later

...

"Apa hati kamu siap?"

Radin menerawang, seraya menyetir kendaraan beroda empat miliknya. Langit tampak senja, para karyawan dan pekerja sudah diperbolehkan pulang. Dua hari, Radin menerawang, menyandarkan punggung ke kursi mobil dengan pasrah.

Ya, dua hari setelah Rein bertanya kepadanya, memastikan kepadanya apa ia benar-benar siap apakah tidak.

Jika Radin boleh jujur, maka ia akan  menjawab keduanya. Ya antara siap dan tidak. Disisi lain dirinya ingin bertemu Dhei, ingin kembali berkumpul bersama sahabat-sahabatnya itu. Tapi disisi lain?

Melihat kondisi Dhei yang berada di rumah sakit terkadang membuat Radin bertanya sendiri apakah ia siap? Apakah ia siap melihat sahabatnya itu terbaring lemah sementara dirinya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa?

"Kamu lapar Radin?"

Radin menoleh, memerhatikan seeeorang di sampingnya. Gadis yang tampak cantik dengan kemeja putih dan rok soft pinknya itu mengangkat kedua alis, bertanya kepada Radin.

Radin menggeleng. "Enggak, kamu?"

Bibir bawah Rein terangkat, menyengir. "Enggak juga sih."

Radin tertawa pelan, tersenyum, memerhatikan gadis itu dengan lembut. "Habis pulang dari rumah sakit, kamu mau dinner sama saya?"

"Kamu yakin?" tanya Rein cemas.

Radin mengangguk, yakin. Kembali fokus dengan kemudinya.

Dan benar dugaan Radin. Pikiran membalikkan fakta yang ada, terkadang apa yang dipikiran tidak sesuai dengan realita bisa jadi apa yang kita pikirkan jauh lebih buruk di bandingkan realita, atau mungkin sebaliknya?

Beberapa menit kemudian. Radin berdiri tegak begitu juga dengan Rein. Gadis itu berharap cemas, sesekali menoleh Radin di sampingnya, berdiri di sebuah pintu dengan nomor yang tertera.

Radin menunduk, mengepalkan kedua tangan dengan erat, memejamkan mata sejenak, membuang napas perlahan. "Gue siap," jawab Radin.

Tok... tok...

Pintu ruangan terbuka. Radin mengerjapkan mata, memerhatikan si pembuka pintu tersebut, tampak gadis belasan tahun tersentak memerhatikannya. Ingat? Ya, Radin sangat ingat siapa gadis ini, seorang gadis yang pernah mrnyebabkan masalah di restorannya.

Dan siapa disangka kalau gadis kecil ini...

"A-" Mata Freysha membulat, gadis itu gelagapan, jari telunjuk itu terangkat ke arah wajah Radin. "Ah! Kak Dhei! Ini yang orang yang pernah Frey cerita itu kak! Yang punya restoran! Yang..."

"Ganteng?" sambung suara bass dari dalam. Terdengar samar-samar dari luar. "Bodo amat Frey, masih gantengan gue."

Gadis itu menoleh ke dalam sejenak lalu mendengus. Berhasil membuat Rein tertawa pelan sedangkan Radin? Ya, masih saja terdiam. Kaku.

"Kak Rein..."

Rein tersenyum, mata bulat Rein menyipit senang, memegang sebelah lengan baju Radin dengan erat. Benar-benar kebiasaan Rein yang tidak pernah berubah ketika bersamanya mulai dari bangku sekolah. "Ini Radin yang kakak cerita. Yang Dhei cari."

"Lo adik... Dhei?" tanya Radin heran, suara bass lembut itu sedikit tertahan begitu menyebut nama Dhei.

Tanpa basa basi lagi Freysha mengangguk. Kini cewek itu membuka pintu dengan lebar, mengizinkan Radin maupun Rein masuk lalu menutup pintu kembali.

AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang