Kupikir aku benar-benar mencintainya. Aku ingin melihat ia tertawa begitu puas saat bersamaku, dan aku juga ingin ia menumpahkan seluruh kesedihannya kepadaku.
-After Rain : 10 Years Later
...
Mungkin hal yang paling terindah dalam hidup adalah merasa dicintai, merasa dianggap ada, dan membuka hati untuk orang lain. Beresiko memang untuk merasa tersakiti lagi, namun setidaknya tidak jauh lebih buruk dibandingkan menutup hati hingga pada akhirmya mati dimakan oleh rasa kesepian itu sendiri.
Setidaknya itu menurut Radin sekarang.
Suara helaan napas lega terdengar begitu kuat, bertabrakkan dengan bunyi deru ombak pantai yang begitu kencang.
Radin tersenyum puas, laki-laki itu mengangkat kepala, memerhatikan langit biru yang membentang di langit sana seraya membiarkan kedua tangan yang terjulur ke belakang untuk menopang tubuhnya.
Mungkin ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap karyawannya. Piknik bersama? Ya, dimana setiap keakraban tercipta, canda tawa terasa begitu menyenangkan, dan suasana kekeluargaan begitu terasa.
Ya, jika dulu Radin benci jika harus berpura-pura merasa senang dikeramaian ini, maka sekarang sebaliknya.
"Pak Radin!"
Radin yang duduk di bebatuan besar itu menoleh belakang. Para karyawan yang sedang berkumpul menikmati makan siang itu tersenyum. Istri hingga anak dari para karyawannya tampak menikmati udara segsr dengan duduk di beberapa pondok.
"Enggak makan Pak?" tanya salah seorang karyawan di sana.
Radin dengan kaos putih dibaluti kemeja hitamnya itu menggeleng. "Masih kenyang."
"Kenyang makan angin lo," ucap Dimas. Tertawa pelan, lalu melirik Rein yang sedang sibuk menyendok beberapa lauk pauk dan nasi. "Kasihan calon istri lo! Udah masak susah payah!"
Kedua mata Radin membulat seketika, begitu juga Rein yang menghentikan kegiatan sejenak menatap Dimas dengan pandangan mematikan.
Bibi tersenyum, berdehem. "Baju udah pada samaan, kerja udah samaan, sekolah juga samaan, ke kantin sama-sama. Kapan hidup bersama Den?" ganggu Bibi.
"Iya Pak! Kapan hidup bersama?" tanya para karyawan maupun pekerja tersenyum jail berhasil membuat Rein menunduk kepala dan ingin rasanya Radin menimbunkan wajah ke pasir pantai ini sekarang juga.
"Tinggal Pak Radin sama Rein yang kita belum dapat undangannya ya kan?"
"Ah..." Wajah Radin menegang malu, secepat mungkin ia tertawa pelan, sesekali melirik Rein di pondok sana. "Yah, lihat saja nanti."
"Ditunggu Den!" teriak Bibi kencang. Sungguh membuat Radin menahan malu. Secepat mungkin Radin mengalihkan pandangan, memerhatikan pemandangan di sekeliling kembali.
"Radin..." Radin menoleh, begitu suara lembut Rein memanggil namanya. Radin tersenyum memerhatikan gadis yang sedang membawa dua piring di tangan itu. "Aku boleh duduk sini?"
Radin tersenyum simpul, memerhatikan sampingnya yang sedari tadi begitu kosong. "Silahkan."
"Untuk kamu," ucap Rein, menyodorkan semangkuk nasi yang berisi berbagai macam lauk ke arah Radin.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Fiksi Umum[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...