Aku ingin kamu menyerah. Ya, jahat memang, aku ingin kamu menghentikannya. Berhenti bersikap kuat, berhenti bersikap seolah-olah kamu tidak membutuhkan orang lain, dan berhentilah bersikap seolah menganggapku asing.
Itu menyakitkan, sangat menyakitkan. Harusnya kamu tahu, rasa sakit itu bukan hanya mengarah kepadaku, bukan hanya aku yang merasakan, begitu juga dirimu.
Maka dari itu, aku mohon, menyerahlah untuk memertahankan egomu.
-After Rain : 10 Years Later
...
Menjadi mandiri bukan berarti kita berhenti meminta bantuan dari orang lain. Hanya saja kita harus tahu porsi dan jangan sampai mengganggu orang lain.
Terkadang dengan meminta bantuan, seseorang akan merasa berharga, seseorang akan merasa dianggap, dan dibutuhkan. Sekali lagi, hanya saja sesuai dengan porsinya.
Rein memejamkan mata, duduk di kursi plastik sejenak. Sudah satu jam dirinya mencium bau ruangan obat-obatan ini, dan sudah dipastikan pula dirinya tengah menjaga seseorang di sini.
Dhei? Tidak, dirinya sedang tidak mengunjungi Dhei di siang ini. Selain masih jam kerja, mungkin tampaknya ada seseorang yang tengah merasa kesepian disini. Siapalagi kalau bukan...
Radin.
Rein memerhatikan, mata bundar Radin tertutup rapat, terlelap dalam tidurnya. Ya, si robot kaku akhirnya menyerah memaksakan tubuh untuk bekerja terus-terusan hingga pada akhirnya seperti ini.
Sungguh, nyaris saja jantung Rein berhenti berdetak begitu memerhatikan Radin di kantor tadi. Laki-laki itu terlihat begitu pucat, tampak begitu kelelahan belum lagi ditambah dengan napasnya yang terdengar terengah.
Seperti bukan Radin, ingin rasanya Rein mengutuki laki-laki ini begitu mengingat kejadian tadi sekali lagi. Radin yang pintar namun begitu bodoh dalam mengatur dan menjaga diri sendiri. Radin yang bersikap tenang namun tidak dapat menenangkan pikiran dan kondisi batinnya sendiri.
Sungguh bodoh! Radin benar-benar bodoh! Dan entah bagaimana caranya untuk bisa menghilangkan kebodohan itu.
Kasar? Biar saja. Sungguh Rein tidak peduli sekarang, dirinya sudah kepalang kesal melihat sikap bodoh Radin yang satu ini.
Heran, bahkan ketika kondisi seperti ini cowok itu mengatakan kalau bisa melakukannya sendiri. Dan alhasil?
Rein tertawa datar, menyipitkan mata dengan tajam, memerhatikan wajah tidur Radin yang tampak begitu tenang. Tumbang? Ya, memang lucu dan terasa sangat menyebalkan.
Bahkan Rein masih ingat bagaimana wajah Radin ketika pemeriksaan sebelum dipindahkan ke ruang rawat inap, laki-laki itu seperti setengah sadar, mungkin mata bundar itu terbuka pelan hanya saja pikirannya seperti sudah melayang entah kemana.
"Hmmh..."
Mendadak suara bass itu melirih pelan. Radin meringis, dengan mata terpejam dicengkramnya perut dengan sebelah tangan kiri, lalu mencoba memancing rasa kantuk kembali.
"Masih sakit Din?" tanya Rein lembut, seraya meletakkan sebelah tangan yang bebas ke atas perut kembali.
"Hmm..." jawab Radin setengah sadar. Mungkin bisa jadi lali-laki itu sebenarnya tidak sadar sedang berbicara dengan siapa, mungkin saat ini Radin hanya menganggap dirinya sebagai salah satu tokoh dalam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Fiksi Umum[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...