Seperti bintang, ia bersinar begitu terang. Seperti bintang, ia tahu sinarnya itu takkan dapat bertahan lamanya. Adakalanya ia meredup dan menghilang.
-After Rain : 10 Years Later
...
Hal yang menyakitkan ketika menjadi dewasa adalah banyak orang yang melupakan impian serta harapannya di waktu kecil. Menganggapnya harapan itu adalah satu hal konyol belaka dan tak perlu diwujudkan.
Padahal? Tak ada salahnya mewujudkan. Lagipula harapan itu hanya hal-hal kecil seperti beristirahat, bermain, dan kembali di dalam imajinasi sejenak. Bukan seperti ini sibuk, bekerja tiada henti, dan mengejar uang tanpa henti. Seperti diperbudak oleh lembaran kertas.
Seolah lupa, bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya berasal dari hati, dimana terdapat ketulusan dalam memberi dan berbagi, tertawa serta bercanda bersama orang yang dikasihi.
Setengah kesal, Radin melempar hp-nya ke atas tempat tidur dengan kuat. Dilepaskan lilitan dasi dari lehernya dengan kasar, lalu membuka jendela kamar.
Langit malam semakin pekat, hembusan angin dinginnya perlahan memasuki kamar, begitu juga dengan lampu-lampu di nuansa jalanan yang tampak begitu indah.
Radin menahan napas, sebelah tangannya tergepal erat, seraya memukul ambang jendela dengan kuat.
Gila! Ingin dirinya menjadi gila sekarang! Seandainya saja ada orang mau dengan diri ini, maka akan ia beri dengan sepenuh hati. Ia juga lelah hidup terus-terusan di bumi ini.
Bukannya sombong, tapi memang dirinya lelah dan sungguh ia ingin beristirahat, merasakan suatu hal yang bernama ketenangan dan kebahagiaan yang sesungguhnya
Layar hp berkedip, suara deringan terdengar di telinga Radin. Berusaha mungkin laki-laki itu memejamkan mata, mengembus napas berusaha untuk bersabar.
Mama.
Perlahan, Radin tersenyum sinis. Oh ayolah! Kegilaan apalagi ini! Dibiarkan panggilan itu cukup lama berada di tangannya, menimbang apa harus ia menerima panggilan dari perempuan itu di dalam suasana batin seperti ini?
Jika seandainya ia nanti bergerak di luar kendali, bisa saja dirinya menyakiti perempuan itu dengan setiap kalimat sinis yang keluar dari mulutnya. Terdengar jahat? Ya, Radin akui, memang terdengar jahat.
"Radin, kapan kamu nelpon Mama duluan? Setiap hari harus Mama yang nelpon kamu terus, tanya kabar kamu, itupun jarang kamu angkat."
Sebelah alis Radin terangkat, merebahkan tubuh, duduk di tempat tidur. "Aku sibuk. Lagipula kenapa Mama sekarang tiba-tiba jadi sering nelpon aku?"
"Ini Mama kamu, wajar kalau orangtua tanya kabar kamu, cemas sama keadaan kamu."
Radin tertawa datar, terdengar sinis. Iya memang wajar bagi Mama menanyakan keadaannya setiap hari. Jika saja Radin yang kecil dulu hidup di masa ini pasti akan terasa senang sekali, namun sayang dirinya yang telah dewasa sama sekali tidak ingin.
Without love, without care. Dirinya sudah jauh lebih aman tanpa cinta dan tanpa kepedulian, dirinya sudah terbiasa hidup seperti itu sedari dulu. Dirinya sudah cukup bisa menerima kenyataan bahwa kedua orang itu dulunya sibuk dan tak pernah ada waktu untuknya. Dan sekarang?
Maaf, egonya terlalu tinggi. Dirinya sudah begitu malas memberi cinta maupun kepedulian kepada orang yang pernah membuat dirinya hancur begitu dalam. Ketika dirinya jatuh, sungguh semua orang seakan pergi meninggalkannya, membuangnya, dan membiarkannya di dalam kesendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Fiksi Umum[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...