1.2 : : LIKE THEM

1K 87 13
                                    

Siapa bilang menjadi orang dewasa benar-benar menyenangkan?

Mungkin menyenangkan karena ketika dewasa seseorang sudah dapat hidup bebas, aturan yang terikat pun tidak begitu banyak, dan ketika beranjak dewasa pula seseorang dapat mengeksplor pengetahuan serta mengembangkan bakat.

Namun di sisi lain, ada sebagian kecil yang tidak menyenangkan. Dunia orang dewasa yang selalu dianggap sebuah kebebasan malah terlihat dingin pada kenyataannya, begitu banyak sifat, pikiran, dan hati yang tidak dapat ditebak.

Begitu banyak cacian, makian, dan kekalahan apa lagi untuk anak-anak yang baru saja terjun ke dunia masyarakat.

Sungguh menguras fisik dan batin. Belum lagi kenangan-kenangan indah yang aman dan nyaman malah memperdalam masalah itu. Dunia anak muda yang dulu berwarna abu-abu malah ketika dewasa dituntut untuk memilahnya menjadi hitam atau putih. Pilih mana yang baik dan tidak meskipun pada kenyataannya semua pilihan mengandung konsekuensi masing-masing.

Seandainya seseorang bisa mengubah waktu, maka dirinya seorang Radin Anggana tidak ingin berada di dalam waktu ini. Meskipun laki-laki itu tahu ini masa puncak kesuksesannya sekarang.

Dari dalam ruangan manajer itu tampak Radin membenamkan wajah di atas meja, erangan tak henti terdengar dari mulutnya, seperti begitu berat dan kelelahan. Tidak perlu membutuhkan ruangan yang besar bagi seorang manajer sepertinya, paling-paling dirinya hanya butuh sofa, dua kursi biasa, satu kursi hitam yang bisa berputar selalu menjadi favoritnya, dan terakhir dua buah meja.

Biarkanlah sisa uangnya ia gunakan untuk meningkatkan kualitas kafe dan pabrik bata miliknya.

Di balik benamannya dahi lebar itu mengernyit, suara decakan terdengar kuat begitu suara berisik di luar sana berhasil mengganggu istirahatnya. Setengah hati Radin mengangkat wajah, tampak warna kulit yang memang tergolong cerah itu kini malah terlihat pucat.

Sontak Radin menegakkan tubuh, kedua mata bundarnya mengerjap seraya mempertajam pendengarannya. T-tunggu! Barusan ia mendengar suara alarm kebakaran?

Tanpa basa basi lagi secepat mungkin Radin keluar dari ruangan. Diedarkannya pandangan, memerhatikan kafe berwarna cokelat dengan dinding bermotif batu bata tersebut. Tampak berantakkan, susunan meja pelanggan tak lagi rapi seperti biasanya, ruangan kafe yang sekarang seperti fosil kapal karam mungkin?

Entah termasuk keuntungan atau tidak, yang pasti Radin merasa sedikit lega begitu tidak ada lagi pengunjung di kafe ini. Bagaimana juga ini kafenya, jika terjadi apa-apa pada pelanggan maupun karyawan maka dirinyalah yang wajib bertanggungjawab.

Bukannya juga ikut menyelamatkan diri dan keluar tapi Radin malah mengecek seluruh ruangan dengan langah lebar dan keringat yang menyembul di dahinya itu ia menyusuri setiap inci ruangan. Mulai dari dapur, lantai dua, lalu...

Radin mengernyit, menghentikan langkah seketika. T-tunggu! Ada banyak kejanggalan, alarm kebakaran memang dihidupkan, tapi jujur saja sedari tadi ia tidak menemukan titik api dan mencium bau hangus sama sekali.

Perlu ditekankan, sa-ma-se-ka-li!

Mendadak saja kedua mata bundar itu menyipit tajam, melangkah lebar, menghampiri salah satu pelanggan yang tengah berada di depan meja kasir sana. Gadis berusia belasan tahun, dengan seragam SMP dikenakannya anak itu tampak antusias dengan kamera handphone di tangannya.

Sebelah alis Radin terangkat lalu berdehem. Nihil, diabaikan oleh anak itu. Bukannya diam, yang ada suara cempreng itu berbicara semakin cepat, tampak begitu serius dan.... kedua lubang hidung itu tampak kembang kempis mengingatkan Radin pada mulut ikan mas yang pernah ia pelihara beberapa tahun lalu.

AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang