Ia jarang berbicara, ia selalu sibuk dengan dunianya. Rasa sakit itu, ketakutan itu, dan semua masalah itu ia pendam sendirian, menahannya sendirian, dan tanpa ia ketahui masalah itu takkan pernah menjadi terselesaikan.
-After Rain : 10 Years Later
...
Meskipun seorang penulis, yakinlah bahwa Rein tidak begitu percaya dengan kisah-kisah romantis ada di dunia imajinasi sana, dimana kita dapat mengubah sikap seseorang begitu cepat, memberikan beberapa nasehat sehingga seseorang dapat membuka hatinya, lalu berakhir dengan kisah indah seperti menikah lalu bahagia selama-lamanya.
Tidak, bagaimana pun juga Rein memercayai bahwa hidup tidak segampang itu. Apalagi masalah yang dihadapi seseorang seolah begitu cepat berlalu.
Hidup di dunia nyata tidak secepat itu. Tapi, jika dipikir-pikir lagi, bukankah beberapa kisah yang berada di cerita fiksi juga berdasaekan sedikit kisah nyata?
"Ini Pak laporannya."
Radin mengangguk, meraih laporan dari tangan Rein lalu kembali fokus dengan bacaannya. "Terimakasih."
"Hm... Radin," Rein memerhatikan jam tangan, lalu duduk di hadapan laki-laki itu. "Jam satu, sudah jam istirahat, kita bicara kegiatan di luar kerja."
Radin mengembus napas panjang, menutup buku bacaan di tangannya lalu tersenyum tipis. "Saya suka sama buku ini."
Boy Under the Rain. Rein tersenyum cerah, tidak menyangka jika pada akhirnya cowok ini akan membelinya. Bukan hanya membeli, tapi juga membacanya? Radin membacanya! Dan tercapai sudah tujuannya mengapa ia menghadirkan buku ini.
"Yah meskipun agak," Radin memasang wajah tidak enak, meletakan buku di atas meja. "Lupakan. Ini tentang saya kan?"
Rein mengangguk, tertawa pelan. "Iya, kamu lucu waktu itu, diam, tapi bikin penasaran sampai sekarang."
"Sampai sekarang?" ulang Radin heran.
Rein mengangguk. Gadis itu bangkit dari tempat duduk seraya meraih satu file kerja di hadapannya. "Radin yang tenang, Radin yang romantis, dan Radin yang hebat dalam caranya sendiri."
Radin mengalihkan pandangan, tampak berusaha mungkin laki-laki menahan kedua tulang pipinya yang terangkat malu.
Rein tertawa pelan, gadis itu tampak menyengir memerhatikan Radin. "Aku mau ke kantin. Kamu mau titip makanan?"
Radin mengangguk. "Tolong bilangin sama Bibi, porsi nasi biasa, setengah piring. Lauknya terserah Bibi, dan teh hangat lebihkan gulanya."
Sebelah alis Rein terangkat, memerhatikan Radin dengan sinis. "Enggak minum kopi lagi Pak?"
Radin berdehem, menyandarkan tubuh di kursi hitam putarnya seraya melonggarkan dasi biru tua yang menggantung di lehernya.
Radin membalas sinis. "Seseorang pernah marah kepada saya. Dia menyuruh saya untuk belajar mencintai diri sendiri, dan menurut saya langkah pertama yang harus saya lakukan adalah menjaga kesehatan diri sendiri."
"Hmm..." Rein menggumam, bola mata cokelat itu terangkat. "Kamu melakukannya karena dia memaksa kamu atau karena dia memarahimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Ficção Geral[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...