Didunia ini, ada hal-hal yang bisa kamu raih dan ada yang tidak bisa kamu raih. Rasa sakit itu mungkin bisa dihilangkan, namun masa lalu kamu terukir di sana. Rasa kecewa kamu mungkin ada, tapi jika kamu tidak memaafkannya kamu bisa apa? Kamu tidak mengulang apa yang terjadi di masa lalu, kamu hanya bisa memafkan, menerima, dan menjadikannya sebuah pelajaran.
-After Rain : 10 Years Later
...
Radin tak pernah tahu berapa banyak lagi dirinya harus mengatakan ia benci kesepian. Sungguh dirinya tidak pernah bisa bertahan di dalam suasana kesepian, dimana seolah-olah semua beban yang berusaha ia pendam, meluap perlahan-lahan, menyakitinya secara diam-diam, berawal dari pikiran, lalu hati, dan terakhir fisik.
Padahal sudah sedari dulu dirinya diajarkan untuk terbiasa di dalam situasi itu, namun kenapa sampai sekarang tidak bisa juga? Gampang saja, karena jawabannya, manusia adalah makhluk sosial, dimana saling membutuhkan sesama manusia di dalam hidupnya. Manusia bukan diciptakan sebagai makhluk yang hanya berdiam ditarik oleh rasa kesepian.
"Hhhh..."
Radin menghela napas oanjang, laki-laki dengan kemeja biru mudanya itu berjalan cepat menyusuri koridor perusahaan mulai dari setengah jam yang lalu.
Naik turun lift, lalu mengecek beberapa ruangan, dan bertanya kepada setiap karyawan yang berada di sana.
Kini Radin berbelok ke arah kiri, menuju kantin di lantai satu. Tampak ramai, setiap bangku diisi oleh para karyawan yang tampak begitu kelaparan, menikmati makanan dengan lahap.
"Den Radin..."
Radin menoleh, memerhatikan si pemanggil namanya. Bibi, perempuan paruh baya yang sedang sibuk menyiapkan pesanan tampak mengangkat kedua alis, seraya meletakkan 2 piring nasi ke atas nampan.
"Den Radin mau pesan apa?"
"Enggak Bi," jawab Radin tertahan, menekan ludah, memerhatikan sekelilingnya dengan pandangan tidak enak.
Percayalah, ini salah satunya alasan kenapa ia ingin bertemu Rein sekarang. Mendesak? Ya, sangat, tubuhnya benar-benar tidak dapat diandalkan sekarang. Entah sudah berapa hari tubuhnya tidak dapat dimasukkan makanan, dan hebatnya lagi baru sampai di tenggorokan makanan itu seolah-olah keluar kembali dengan mulus.
Lemas? Sangat. Bisa berangkat ke tempat ini saja rasanya dirinya setengah sadar melakukannya. Mual, perih, dan pusing sudah tidak dielakkan lagi hari ini.
Apalagi cuaca yang tidak menentu beberapa bulan ini benar-benar berhasil menguras tenaganya.
"Den..."
Baru ingin berjalan kembali, Radin menghentikan langkah, setengah hati menoleh ke balakang. Perempuan paruh baya itu mengelap tangan dengan serbet putih di meja kayu. "Den Radin mukanya pucat, sakit Den?"
Ingin rasanya Radin mengiyakan. Tapi jika ia melakukan pun apa untungnya bagi perempuan itu? Bukannya menguntungkan, yang ada Bibi semakin cemas dan menahannya di kantin ini.
Sungguh, Radin belum siap.
"Enggak Bi," jawab Radin tersenyum tipis. Lalu mengangkat kedua alis, memerhatikan sekeliling kembali. "Bibi lihat Rein?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Ficción General[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...