Ketika kamu ingin menyerah, ingatlah seberapa jauh kamu telah berusaha.
After Rain : 10 Years Later
...
Penyesalan hadir bukan ketika kita hanya ditinggal orang yang kita sayangi, namun bisa jadi disaat kita ingin meninggalkan seseorang. Merasa bersalah? Ya, tepatnya mengecewakan. Entah itu sahabat ataupun mengecewakan keluarga yang pasti ia sedang melakukannya sekarang.
Ya, seorang Dhei Pradipta sedang mengecewakan seluruh anggota keluarganya sekarang.
Sebulir air bening jatuh di sebelah sudut mata bulat itu, jatuh secara menyamping, membasahi bantal yang digunakan sebagai untuk berbaring.
"Maaf Ma... Dhei minta maaf."
Entah untuk berapa kali suara serak Dhei berbicara kepada orang-orang ini, bukan hanya Mama tapi juga Papa dan Fresya. Namun entah kenapa dirinya ingin meminta maaf begitu besar kepada Mama.
Perempuan paruh baya itu menggeleng. Dengan mata berair, berusaha mungkin Mama tersenyum, mengelus puncak kepala anaknya sesekali menekan letak fever patch di dahi Dhei. "Dhei istirahat aja ya. Dhei enggak usah mikir apa-apa."
Kedua alis Dhei terangkat, merengek, memerhatikan perempuan itu dengan tatapan memohon. Seperti anak kecil? Bodoh, demi apapun Dhei tidak peduli lagi. "Tapi Dhei enggak bisa Ma. Dhei mau minta maaf. Maaf Dhei udah merepotkan Mama. Papa, Freysha. Maaf kalau Dhei belum jadi orang yang berguna buat Mama."
"Umurku udah mau tiga puluh," gumam Dhei, sambil memerhatikan wajah lembut Mama. "Harusnya Mama sama Papa beristirahat, aku yang gantikan tugas kalian. Aku yang harusnya bekerja, cari penghasilan, Papa sama Mama sudah susah payah menyekolahkanku. Tapi kenapa hasilnya malah sampai sekarang..."
Dhei berisak, tampak buliran bening itu mengalir dengan deras di sudut mata itu kembali. "Tubuhku payah, aku enggak berguna, aku enggak bisa bahagiakan keluarga."
"Dhei..." Mama menggeleng, mengusap kedua sudut mata Dhei, lalu mencium puncak kepala itu dengan lembut. "Enggak sama sekali. Mama melahirkanmu bukan untuk itu tapi karena kami memang mencintaimu, bagaimanapun kondisinya Dhei tetap anak baik, tetap berguna bagi Mama, Papa, sama Freysha."
"Bohong," ucap Dhei, setengah kesal, mengalihkan pandangan.
"Benar," Mama menyengir lebar, menarik hidung anak laki-lakinya itu dengan gemas. "Gara-gara kamu Mama tahu apa yang ingin Mama lakukan terhadap orang-orang sekeliling, Mama tahu apa tujuan hidup Mama selain memerhatikan kamu dan Freysha."
Dhei mengernyit, memerhatikan Mama kembali.
"Menolong anak-anak di sini. Dhei tahu ruang anak di ujung sana 'kan?" tanya Mama.
Dhei mengangguk, tidak lama kemudian kedua sudut bibir itu terangkat, begitu memerhatikan banyak anak-anak kecil di sana. "Dhei pernah main dengan mereka sekali."
"Mereka gemas-gemas Dhei, mereka selalu senang kalau Mama, Papa, sama Freysha kesana. Kita semua merasa berharga hanya dengan senyuman dan tingkah polos mereka."
Dhei mengerling jail. "Jangan-jangan Mama masih anggap aku kayak anak kecil."
Mama mengangguk, semangat. Membuat Dhei ingin tertawa lepas sekarang juga. "Kamu cengeng tapi gampang tertawa. Hobi menjaili Mama, Papa, sama Freysha."
"Suster di sini juga kukerjain kok Ma," ucap Dhei lantang. Berhasil membuat kedua mata Mama membulat seketika. Dhei menyengir. "Dhei tanya mau enggak jadi pasangan hidup Dhei? Eh semuanya nolak. Udah enggak jomblo lagi rupanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER RAIN : 10 YEARS LATER [☑]
Ficción General[SEQUEL BOY UNDER THE RAIN] "Love you no matter what." Rein, gadis penulis novel yang masih saja menaruh hatinya kepada Radin mungkin percaya pada kalimat itu. Masih ada cinta dan ketulusan di dunia ini. Hanya saja begitu berbeda dengan Radin, seaka...