"Capek tahu, Daf."
"Ya pasti capek, Ey. Namanya usaha. Nggak mungkin nggak capek. Mie instant aja nggak bisa langsung dimakan. Tiap-tiap bagian punya prosesnya masing-masing."
Ey mendengus sebal mendengarnya. Ternyata terkadang Daffa bisa menyebalkan juga seperti Mesi.
"Memang aku usaha dalam apa? Sok tahu!"
"Belajar bermimpi, benar?"
"Kamu tidak mengerti."
"Maaf, ya. Ey, aku memang tidak begitu memahamimu, tapi aku yakin. Kamu juga punya mimpi, Ey."
"Aku yang tidak yakin,"Daffa tersenyum. Hari itu, sore sepulang sekolah. Dua anak manusia tersebut pergi ke taman didekat sekolah. Ey sudah pergi ke toko buku kemarin. Jadi ia memaksa Daffa untuk menemaninya ke taman dekat sekolah untuk menyicipi toko roti yang baru buka.
"Ey, kadang banyak hal yang membuat mimpi semakin lama semakin kuat. Entah dari yang dilihat atau sekedar pengalaman. Tapi kalau memang semakin jauh, coba deh kamu ingat-ingat lagi kenapa mau bisa mewujudkan mimpi itu. Ini balik lagi ke diri masing-masing. Kadang, entah karena itu hanya hasrat atau keinginan sementara. Seperti waktu kecil gitu, akan ada rasa jenuh, jauh, sulit, dan banyak hal lain yang membuat kamu merasa nggak bisa mewujudkan mimpi kamu. Padahal, memang dari awal bukan itu tujuan yang sebenarnya. Mungkin kamu masih ditahap pencarian."
Ey tertegun. Cukup panjang sebenernya penjelasan Daffa. Dan ia cukup mengerti. Namun, ia masih bertahan dengan Ey yang keras kepala.
"Kan aku sudah bilang, aku tidak yakin dengan mimpiku sendiri!"
"Belajar untuk rela, Ey. Aku tidak menghakimimu. Tapi aku ingin kamu bisa berdiri dikedua kakimu sendiri, Ey."
"Kamu bergurau,"
"Tidak, itu salah satu mimpiku, Ey."Daffa mengingat tempo hari itu saat ia dan Ey berada dibelakang taman tersebut. Tersenyum kecil karena hal tersebut. Lucu ketika melihat ekspresi wajahnya saat berbicara dengannya. Seperti anak kecil yang tidak mau kalah. Memang berdebat dengannya dan menengahi omongan Ey adalah salah satu kegemarannya.
Ia jadi ingat saat memperkenalkan dirinya. Entahlah, ia melihat Ey diantara barisan siswi lainnya. Wajahnya khas. Apalagi dia seorang anak blasteran. Terlihat galak ketika lagi diam.
Dilihatnya Ey saat itu tidak menikmati acara. Sangat jelas dari raut wajahnya tersebut. Selalu ditekuk, tidak pernah menunjukkan senyumnya sepanjang acara. Ia tersenyum kecil. Dan mencoba untuk memberanikan diri memperkenalkan diri.
"Aku, Daffa. Dari IPS satu." Sambil mengulurkan tangannya.
Ey memicingkan mata. Seumur hidupnya, ia tidak pernah memiliki teman lelaki selain di panti dulu. Dilihatnya tangan itu masih setia mengudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Teen FictionBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...