"Ectya!" Seru seorang gadis sambil berlari ke arahnya.
Ectya menoleh, kemudian mendengus pelan. Malas rasanya untuk meresponnya. Ya, iya akui Deiany memang temannya, mereka berteman sejak SMP dan kebetulan memilih SMA yang sama, bahkan kebetulan juga dijurusan yang sama, hanya beda kelas saja.
"Ini masih pagi, jangan ganggu sama pertanyaan Daffa."
"Ah," katanya sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Bisa tidak?"
"Bisa tidak apanya? Kan kau juga tahu aku meny-"
"Menyukai Daffa? Aku tahu, aku juga tahu kalau Daffa tidak ada rasa apapun kepadamu, aku pun yakin kamu tahu itu. Jadi bisa kan kamu berhenti menanyai tentang dia terus menerus?" Sarkas Ey, ia hanya ingin Deiany sadar akan dirinya.Sedangkan Deiany, diam membungkam dengan perasaan yang kacau.
"Aku bukan bermaksud menyakiti perasaan mu, Dey. Aku hanya ingin kamu hidup dengan perasaan yang bisa kamu rasakan." Lalu Ey pergi meninggalkan Deiany sendirian.
Deiany menatap punggung Ey dengan air mata berkaca-kaca. Ia tidak benci, sungguh, sama sekali tidak. Ia hanya merasa tertampar dengan perkataan Ey tentang dirinya. Segila itu kah dirinya pada sosok Daffa yang baru dikenalnya setahun lalu?
🍃🍃🍃
Daffa diam. Sengaja menunggu bel masuk berbunyi. Suara Ey yang terdengar bahkan lebih tinggi dari biasanya membuatnya membeku. Terlebih ia berucap pada sosok gadis yang menyukainya.
Deiany Farshilly. Tidak tahu angin apa yang membuat gadis berdarah Indonesia - Belanda itu menyukainya. Padahal, berbicara berdua saja tidak pernah. Ia tahu Deiany saja bahkan dari Ey.
Bel berbunyi. Ia melangkahkan kaki menuju kelasnya. Dengan santai karena beberapa murid lainnya masih banyak yang datang pukul tujuh lewat seperti ini.
"Oh, jadi ini anaknya yang pagi-pagi bikin heboh." Celetuk salah satu anak laki-laki saat ia baru memasuki kelas.
Daffa sama sekali tidak menoleh, bahkan melirik. Ia benar-benar tidak peduli dengan segala omongan orang-orang tentang dirinya. Sungguh.
"Ada apa, Daf?" Tanya Audi, ia juga penasaran apa yang sedang dibicarakan teman kelasnya.
Alis Daffa berkerut. Audi yang ada dikelas lebih awal dari dirinya, kenapa ia yang ditanya?
"Di, kan kamu yang dikelas lebih dulu. Kenapa tanya sama aku? Terus aku harus tanya sama siapa?"
"Aku nggak tahu pasti soalnya, tadi dari yang aku denger. Nama kamu dibawa-bawa karena buat Ey sama Deiany adu mulut. Makanya aku tanya sama kamu,"Daffa diam. Kebiasaan buruk. Adu mulut katanya, terlalu berlebihan. Ia saksi dari kejadian yang baru beberapa menit berselang tersebut. Ia tahu, bagaimana bisa disebut adu mulut kalau Deiany saja tidak melawan omongan Ey.
"Bukan adu mulut. Itu terlalu jahat untuk Ey ataupun Deiany."
🍃🍃🍃
Ectya sungguh kacau pagi ini. Ia tahu, tidak sepantasnya ia berkata kasar seperti itu. Tapi Deiany tidak bisa jika dibilang baik-baik atau hanya satu kali bicara. Pikirannya menilai itu cukup untuk membuatnya mengerti, tapi hatinya masih terus merasa tak enak.
"Baru tahu gue lo bisa meledak," celetuk Mesi yang baru tiba di kelas sambil memberikan air mineral untuknya.
Ey melirik tajam kearah Mesi. Masih panas dengan kejadian barusan. Ditambah ucapan Mesi yang semakin membuatnya malas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Novela JuvenilBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...