Ectya mendengar suara ketukan pintu dari luar. Ia dapat menebak siapa dibalik pintu tersebut. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan malam. Ia bangkit dan membukakan pintu kamarnya. Menatap wajah wanita dihadapannya dengan tatapan sendu. Masih sama seperti kemarin, atau hari lalu. Wajah sayu yang dipaksakan untuk ceria setiap pagi atau malamnya, melupakan rasa lelah begitu saja.
"Ada apa? Katanya kamu mau bicara?"
Ey tidak menjawab, memainkan masuk ke dalam kamarnya dan duduk di pinggir ranjang. Maya menyusul mengikuti.
"Besok, Ectya mau ke makam."
"Mama temani ya?"
"Gak perlu, aku cuma mau minta izin. Mama juga banyak urusan di kantor,"
"Kamu juga tanggung jawab mama,"
"Aku nggak mau merepotkan,"
"Mama tidak merasa direpotkan,"
"Tapi, ma-"
"Sudah makan?"
Ectya menghela napas panjang, kebiasaan Maya yang satu ini membuatnya kesal. Memang bukan tipenya untuk berdebat, tapi mengalah pada perdebatan juga bukan dirinya.
"Sudah, mama belum makan pasti, Ey juga mau menyelesaikan tugas sekolah."
Maya tersenyum, mengelus rambut putrinya dan keluar dari kamar 'redup' tersebut. Lalu menutup pintu dan menatap pintu dengan sendu. Apa yang harus ia lakukan lagi untuk mengembalikan semua tidak semu?
🍃🍃🍃
Di sisi lain, yang menandai 'nadi' masih setia duduk di luar paviliun. Menatap jalanan yang sepi lengkap dengan lampu jalanan yang redup. Setidaknya, apa yang dihadapannya kini pas dan sesuai dengan apa yang sedang dirasakannya.
"Kak!"
Daffa menoleh, sedikit terkejut. Tersenyum ketika Daniel yang langsung menyambar duduk di sampingnya.
"Belum tidur?"
"Kakak sendiri?"
"Sebentar lagi,"
"Ya sudah, Daniel juga."
Lalu, keduanya sama-sama terdiam. Masih asyik dengan pikirannya masing-masing. Daniel yang selalu menahan rindu kedua orang tuanya dan Daffa yang selalu berdebat dengan dirinya sendiri.
"Gak ada PR?" Tanya Daffa berusaha memecah keheningan.
"Sudah selesai,"
"Bagus, pulang sekolah kakak jemput ya. Kita ke makam,"
Daniel menoleh. Kakaknya tahu apa yang dirasakannya. Ia lupa, kalau kakaknya menjelma juga menjadi kedua orang tuanya. Senyumnya merekah. Tanpa segan ia memeluk Daffa dengan erat. Kemauannya di turuti. Kemauan yang sangat sederhana.
🍃🍃🍃
Masih gelap. Dan jam menunjukkan pukul lima kurang sepuluh menit. Tapi ia sudah bangun dengan mata segar, sambil berkutat dengan buku kesukaannya. Dan sekarang, di lembar yang baru. Tangannya lihai menaruh tinta di atas kertas berwarna abu muda tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Teen FictionBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...