Terkadang, lebih baik dikenal tidak baik. Terkadang, diam untuk hal-hal yang harusnya disuarakan memang nyatanya lebih asyik. Terkadang, ingin mengatakan pendapat sendiri tapi justru lebih memilih memendam dibanding terusik.
Menghakimi tanpa tahu kebenaran yang seharusnya didengar bukankah sudah menjadi kebiasaan? Makanya diam lebih menjanjikan.
Isi kepala yang berbeda nyatanya sulit untuk disatukan, lagi-lagi tolak ukur yang dibandingkan. Letih rasanya jika harus seperti ini terus menerus. Tapi jika lari, kemana harus pergi? Bumi baik, tapi tidak dengan isinya.
Menjanjikan kedamaian justru terancam kebahagiaan. Ingin hidup tenang tapi kebebasan yang terkekang. Meraih mimpi dengan menggebu lagi-lagi dibilang percuma. Jadi? Bumi baik ada disebelah mana?
Mencoba terbuka apa dunia siap menerima? Mencoba untuk tampil apa mulut itu bisa bungkam? Mereka tidak penting dalam hidup ini, katanya. Nyatanya, isi mulut mereka lebih mendominasi hidup ini.
Entah sudah berapa puluh kali belajar dan mencoba untuk acuh, dilihatnya memang acuh, tapi isi kepalanya justru yang malah terpengaruh. Istirahat yang dibutuhkan tapi masih belum kunjung sembuh. Apa pulang lebih menjanjikan jika suasana tidak lagi mengeruh? Entahlah.
"Ey, bengong aja. Ayo ikut aku!"
Ey menoleh, lalu tersenyum dengan gadis itu. Dilihatnya wajah lelah itu dengan baik, sepertinya siapapun tidak bisa berbohong kepadanya dengan menunjukkan rupa baik-baik saja. Audi terlihat lelah, tapi tetap ia paksakan kuat untuk mempersiapkan pensi yang dapat dihitung hari. Daffa juga bilang kalau Audi sering pulang larut karena hal itu. Pasti benar-benar melelahkan sekali rasanya.
"Mau kemana?"
"Gladi,"
"Ramai, ya?"
"Nggak kok, cuma ada beberapa anak-anak yang memang mau tampil juga nanti. Anak OSIS cuma aku sama Rega aja yang handle."Ey sebenarnya masih ragu akan keputusan yang ia ambil. Semalaman ia susah tidur karena hal ini. Payah memang, perkara tampil saja ia merasa sudah remedial duluan. Insecure memang bukan dirinya, tapi untuk memberanikan diri bernyanyi seperti itu tiba-tiba kepercayaan dirinya hilang.
"Rega, ini Ectya. Dia kita kasih vokal solo aja, ya?"
Ey membulatkan matanya sempurna. Ia terkejut dengan permintaan Audi. Ia pikir ia akan kolaborasi dengan siswa ataupun siswi yang ingin tampil juga.
"Di, sayang waktunya. Mending aku kolaborasi sama yang lain, hemat waktu juga, kan?"
Rega dan Audi kompak menatap ke arah Ey. Untuk Audi sendiri, ia biasa saja mendengar penuturan Ey. Tapi tidak untuk Rega, ia cukup terkejut karena mendengar Ey berbicara sepanjang itu. Yang ia tahu, Ey benar-benar tertutup untuk orang lain yang tidak ia kenal ataupun dekat dengannya.
"Ectya, lo bisa ngomong?"
Ey memutar bola matanya malas. Apa sependiam itu dirinya sampai langsung dapat penilaian seperti itu. Padahal Rega juga tahu kalau dirinya bisa berbicara. Akan tetapi, menyebalkan saja rasanya mendengar omongannya yang kacau seperti itu.
"Rega!"
"Bercanda, Di. Ectya, tadi gue udah bahas untuk masalah penampilan tiap-tiap siswa nanti. Nah, tinggal lo sama Anjali yang belum dibahas. Niatnya Audi mau lo sama Anjali dibuat vokal solo, yang lainnya kolaborasi."
"Tanpa persetujuan?"
"Gue sudah lihat video lo, nggak ada yang harus diraguin lagi, Ectya. Suara lo khusus milik lo,"
"Anjali-Anjali itu?"
![](https://img.wattpad.com/cover/155793667-288-k952652.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Teen FictionBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...