10. Nadi dan Diri

27 4 2
                                    

Pagi ini cukup dingin. Semilir udara dan cuaca yang baru saja selesai dituruni air Tuhan. Di koridor, beberapa siswa maupun siswi menggunakan jaketnya masing-masing. Lapangan sekolah juga basah, beruntung hari ini bukan hari senin. Dilihatnya jam yang melingkar di tangannya. Jam-jam seperti ini bukan dirinya, setengah tujuh ia baru sampai. Hujan deras baru berhenti kurang lebih setengah jam yang lalu. Terpaksa ia dan Daniel menunggu reda hujan.

Dilihatnya juga gadis berambut pirang yang sedang menaiki anak tangga. Matanya membulat. Buru-buru ia mengejarnya, sempat menabrak beberapa siswa yang lain.

"Ectya!" Teriaknya.

Yang dipanggil menoleh, menyibak rambutnya yang tidak dikuncir. Lalu tersenyum.

"Kemarin kemana?"

"Kenapa?"

"Sakit? Nggak ada surat,"

Ey diam saja tidak membalas. Tak ingin menceritakan apa yang sedang ia lakukan kemarin.

"Pulang sekolah mau cari buku, mau ikut?" Ey mengubah topik pembicaraan.

Daffa mengangguk. Sebenarnya, ia ingin tahu alasan kenapa Ectya tidak masuk sekolah. Tapi yang ditanya sudah mengubah topik pembicaraan, sudah pasti dia tidak ingin ada pembahasan tentang kemarin.

Mereka berdua berjalan di koridor lantai IPA. Ectya sudah masuk sekolah, kemarin ia terlambat karena terjebak macet dan memutuskan untuk langsung menuju makam. Ibunya pun sama, tidak pergi ke kantor sampai siang hari, menemani sang putri. Seperti biasanya, percakapan singkat dan kaki yang sama melangkah. Isi kepala yang berbeda dengan keinginan yang sama.

Daffa berhenti tepat di depan kelas Ectya. Menatapnya sejenak. Sebenarnya, ia ingin tahu apa yang dilakukannya kemarin. Entahlah, matanya pun menyiratkan suatu hal. Namun, Ey tidak mengizinkannya untuk memasukinya.

"Nanti aku langsung ke parkiran aja, ya?"

Ey hanya membalas dengan anggukan kepala. Ia masuk ke dalam kelas dan duduk tanpa menghiraukan tatapan temannya. Iya paham, tidak mungkin tidak ditanya masalah kemarin tanpa kabar satu hari penuh.


"Heh bule, pergi kemana lo kemarin?" Mesi memulainya.

"Nggak ada kabar lagi," tambah Bella.

Ey mengacungkan ibu jarinya tanpa menoleh kearah keduanya sambil meletakkan tas dan mengeluarkan buku catatan serta pulpen miliknya.

"Padahal baru mau gue kabarin kalo Daffa nanyain lo terus, yakin nih nggak penasaran?" Mesi menimpali.

Ey masih sibuk dengan kalimat yang dituangkan di buku catatannya tersebut.

"Bener nih nggak mau tahu?" Goda Bella.

"Ish!" Pekik Mesi dan langsung mendekatkan kursinya dengan Ectya.

Ey menoleh, lalu tersenyum miring. Sudah tabiat dari teman-temannya seperti itu.

"See, malah lo sendiri yang pingin ngasih tahu gue," balas Ey santai.

"Lo terbuat dari apa sih, Ey?" Sungut Mesi.

Ey terkekeh, "gatau,"

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang