Terdengar cukup keras suara bising dari arah lapangan. Suara mic juga disertai sorakan dari pinggir lapangan cukup terdengar sampai ruang kelas di lantai dua. Beberapa kali juga bunyi gaduh tendangan yang terdengar samar-samar.
Adalah Ey, setia di kelas dan sangat malas untuk beranjak keluar. Terlihat dari tempat duduknya kalau balkon cukup ramai dipadati siswa ataupun siswi melihat pertandingan yang sedang berlangsung. Jika lantai dua saja sudah dipadati angkatannya, bagaimana dengan lantai dasar?
Dia tidak sendiri. Ingat dengan Katya? Si gadis lugu yang berhasil membuat Ey merasa kesal dengannya. Ia juga sebenarnya memiliki beberapa persamaan dengan dirinya. Tapi bedanya, Katya adalah dirinya saat SMP. Tidak memiliki teman dekat, hanya teman kelas saja.
Sesekali Ey melirik ke arah Katya yang selalu tidak bisa lepas dari novel miliknya. Setiap kali jika kelas sedang kosong, ia pasti membaca novel yang dibawanya. Dilihatnya, cover novel itu berbeda dari yang ia jumpai beberapa minggu yang lalu.
Tunggu sebentar, dilihatnya lagi dengan teliti novel yang sedang dibaca oleh Katya. Ia ingat, itu salah satu novel yang sedang ia buru di toko buku, tapi selalu saja stok sedang kosong.
Pelan-pelan ia mencoba memberanikan diri untuk mendekati Katya. Tidak apa bukan? Hari-hari kemarin mengajarinya banyak hal, jika saat ini ia memulai duluan, bukan hal buruk, kan?
"Katya.."
Yang dipanggil mengangkat kepalanya sambil membenarkan letak kacamatanya. Ia menjawab sapaan Ey dengan menganggukan kepalanya ke atas sekali saja. Sepertinya dia sedang nyaman dengan bacaannya saat ini.
"Sori gue ganggu. Cuma mau nanya, novel yang lagi lo baca itu.. lo beli dimana? Setiap gue ke toko buku stoknya selalu kosong."
Katya menutup novel tersebut dan meletakannya di atas mejanya. Ia juga melepas kacamata yang selalu betengger setia setiap kali ia belajar atau membaca.
"Sini, duduk."
Ey terperangah. Kenapa Katya yang ia lihat sekarang menjadi sosok yang dewasa seketika? Tapi Ey menurut, ia duduk di bangku sebelah Katya.
"Gue beli online, Ey. Justru baru tahu kalau buku ini ternyata stoknya selalu kosong di toko buku yang biasa lo datengin."
"Nama toko online shop-nya?"
"Kenapa?"
"Ya gue mau beli juga, Kate."
"Nggak usah, baca buku yang ini aja. Jumat ini bagi rapot, kan? Hari Jumat ya gue kasihnya."Ey tersenyum mendengarnya. Sangat jarang sekali ia meminjam buku seperti ini. Biasanya ia melakukan ini hanya dengan Audi, itu pun baru beberapa kali saja. Karena koleksi buku yang Audi miliki lebih banyak genre berbeda dari yang biasa ia baca.
"Ngomong-ngomong, genre lo sastra, Kate?"
Kate tersenyum mendengarnya. Ey sedikit mengernyit, sekilas senyum Katya mirip dengan senyum Daffa. Bahkan ia baru menyadari, kalau mata Katya benar-benar mirip dengan Daffa.
"Gue kira lo orang yang benar-benar susah buat terbuka, Ey."
"Kate, tolong koreksi kalau gue salah ngomong. Tapi dari yang gue lihat, lo orang yang nyaris mirip sama gue."Katya tersenyum mendengar hal itu. Ia menyetujui omongan Ey barusan. Itu benar, benar sekali. Bahkan, ia sama sekali tidak memiliki teman di sekolahnya saat ini.
"Lo benar, Ey. It's me. Tapi tanpa teman. Lo nggak."
"Di SMP, gue pun difase lo yang saat ini."
"Gue kebalikannya dari lo. Ternyata benar kata Daffa, gue banyak mirip sama lo."Ey menegakkan badannya. Ia tidak salah dengar bukan? Daffa katanya? Apa Katya memiliki hubungan dengan Daffa? Rasa penasarannya memuncak seketika.
"Kate, Daffa yang lo maksud-"
"Daffa lo, Ey. Dia sepupu gue."Baiklah. Ini salah satu kejutan baginya. Selepas ia melihat Katya melepas kacamata miliknya, mata yang dimiliki Katya benar-benar jelas seperti mata yang dimiliki Daffa. Bahkan dari cara tersenyum pun, cukup sama.
"Tahu adiknya Daffa? Dia selepas pulang sekolah selalu pulang ke rumah gue. Nunggu Daffa pulang."
"Daniel.."
"Ah, lo kenal ternyata. Dia baru siap-siap pulang kalau gue sudah sampai rumah."
"Tapi, kadang Daffa suka pulang telat, karena.. gue.."
"Daffa selalu kabarin itu, Ey. Gue bisa kok atur siasatnya kalau lo pergi berdua sama dia."
"Ah.." Ey menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedikit malu mendengar penuturan dari perempuan unik dihadapannya.Kedua anak perempuan tersebut menikmati obrolannya. Sesekali diiringi tawa diantara keduanya. Ey senang, memiliki teman yang cukup dapat mengertinya seperti Audi. Maksudnya, bukan Mesi maupun Bella tidak dapat memahaminya, hanya saja terkadang mereka berdua lebih memilih untuk tidak terlibat lebih jauh akan kehidupannya.
Katya nampak berbeda seperti ini. Tanpa kacamata, raut wajah yang polos, atau diam dan sibuk dengan buku bacaannya saja. Katya selayaknya anak perempuan pada umumnya, hanya saja, entah apa yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini. Ey tidak ingin memasukinya lebih jauh lagi. Tapi ia cukup bersyukur untuk hari ini.
Terdengar pula, suara gaduh yang berasal dari lapangan sayup-sayup mulai memelan. Ia lupa, kalau saat free class seperti ini sekolah hanya setengah hari saja. Bunyi gaduh derap langkah yang menaiki tangga juga cukup terdengar.
Ey dan Katya kompak memperhatikan pintu yang terbuka lebar saat itu. Siswa maupun siswi sudah mulai berlalu lalang di koridor menuju kelasnya masing-masing. Dilihatnya juga Mesi dan Bella baru memasuki ruang kelas. Peluh di pelipis kedua perempuan tersebut cukup terlihat jelas.
"Gimana? Puas nonton mas crush lo, Mes? Bel, lo juga?"
Bella menegakkan badannya sempurna. Bisa-bisanya ia disama-samakan dengan Mesi. Tapi tak ia pungkiri, kalau ia juga turut serta berseru semangat dari pinggir lapangan melihat jalannya pertandingan.
"Lo berdua, sejak kapan akrab? Tapi cocok, sih." Balas Mesi acuh lalu mengambil tas dan almamater hijau army-nya. Kemudian melenggang keluar kelas tanpa berpamitan.
Ey yang sudah biasa dengan segala ucapan Mesi hanya menyikapi dengan acuh saja. Berbeda dengan Katya, ia merasa tersinggung dengan kalimat yang dilontarkan oleh Mesi. Matanya tak ia lepas menatap punggung milik gadis tersebut sampai ia menghilang dari balik pintu.
"Jangan dimasukkin ke hati, Mesi memang begitu. Mungkin kapan-kapan lo bisa kenalan dengan baik sama dia."
"Gue hargain tawarin lo, Ey. But, thank's."Ey terkekeh mendengarnya. Ia bangkit menuju bangkunya dan bergegas untuk pulang. Katya dan Bella pun sama, beberapa teman-teman kelasnya yang lain juga sudah mulai memasuki kelas.
Siang itu, harinya cukup mengesankan. Setidaknya, setengah hari ini energinya tidak terkuras habis. Justru sebaliknya, ia dapat bertukar dan berbagi cerita dengan seseorang yang tidak pernah ia tebak sebelumnya. Juga kejutan baginya. Entah Audi sudah mengetahui ini atau belum, tapi mungkin ia akan merahasiakannya beberapa waktu ke depan.
Dan Daffa sendiri, ia benar-benar akan mewawancarinya nanti. Pantas saja sesekali Daffa selalu benar untuk menebak keadaannya saat di kelas. Ternyata Katya kuncinya.
Juga semesta, terima kasih untuk orang-orang hebat yang sudah dan selalu dikirimkan. Terima kasih banyak, kejutanmu sangat manis kali ini.
🍃🍃🍃
Salam,
Pinggir laut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Ficção AdolescenteBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...