Hidupnya bukan kelabu,
Juga abu,
Apalagi biru.
Semenjak sebagian darinya pudar dan hilang,
Awan gelap bertubi-tubi menyerang.
Sekarang, hanya ingin mencoba melepas.
Walau selalu merasa berat untuk ikhlas.
Doakan saja, semoga terlepas.
Dan melaju bebas.Si perindu.
Tulisan kecil yang ia tuangkan pada selembar kertas yang nantinya akan berakhir di tempat sampah. Salah satu hobinya, menulis yang tidak tahu untuk siapa, bertujuan apa, dan pasti selalu berakhir di tempat yang tidak seharusnya.
Ia bangkit dari duduknya, menuju keluar kelas untuk menyusul ketiga temannya. Tak lupa kertas yang ia korbankan ia lemparkan begitu saja ke pembuangan akhir didepan kelas. Lalu berlalu. Jangan tanya kenapa. Dirinya pun tidak bisa menjelaskan mengapa dan kenapa. Yang ia tahu, ingin dan angan semakin lama menjadi angin.
🍃🍃🍃
Seorang laki-laki bertubuh tegap berjalan menuju lorong kelas. Rutinitas yang selalu ia lakukan di sekolah; mengecek tempat sampah. Melihat apakah ada sehelai kertas yang menjadi korban di hari ini atau tidak. Dan ya, ternyata ia menemukannya.
Ia ambil dan membuka kertas yang menjadi korban tersebut. Membacanya dan menampakkan sebuah bulan sabit melengkung dari wajahnya. Segera ia lipat seperti sedia kala dan mengantungi kertas tersebut ke dalam sakunya. Berjalan dengan tenang karena 'harta karun' kesekian ia dapatkan lagi.
Ia tidak ke kantin, ke kelas, perpustakaan, belakang sekolah, taman, atau lingkungan sekolah lainnya. Satu tempat dimana ia bisa bersosialisasi dengan orang yang sepaham menurutnya. Yaitu pos satpam.
Satpam yang beberapa hari lalu sempat mengobrol dengan Ey karena telat bisa dibilang seorang pecinta dunia literasi. Daffa sering menceritakan kejadian apa saja dengannya. Jika ada waktu kosong, ia sibuk dengan kata-kata liar di kepalanya, lalu ia tuangkan di buku lusuh miliknya.
"Pak Robi,"
"Eh, Daffa. Kabar apa nih?""Biasa,"
"Si perindu lagi?"
"Benar kata orang, selain dingin pikirannya rumit."
"Hahaha.. anak muda, begini, Daf. Fungsinya kamu jadi temennya apa? Kita umpamakan kamu penghapus dan dia pensil. Dia selalu membuat tulisan, coretan, gambar, atau hal lainnya yang dia mau. Tapi dia lupa kalau suatu saat di menulis, mencoret, atau menggambar sekalipun pasti ada yang salah, disitu fungsinya kamu."
Daffa mendengarnya dengan seksama. Ia masih menimang-nimang perkataan dari Pak Robi. Entah apa memang tugas dirinya seperti itu atau bukan.
"Tapi Daffa masih belum pantas rasanya,"
"Pantas nggak pantas, setiap manusia selalu begitu, Daf. Bapak juga yakin, seterusnya kamu nggak terus menerus jadi penghapus. Tapi untuk saat ini, kamu dibutuhkan untuk seperti itu dulu."Daffa masih setia mendengarkan. Senang rasanya berbagi cerita dengan seseorang yang lebih tua darinya. Selalu ada ilmu yang ia dapat dan dibawa pulang.
"Hidupmu belum keras, rumit juga belum. Justru hadirnya pasti akan mencairkan yang beku. Kalian bisa melengkapi bagian yang kosong."
"Bapak selalu yakin kalau berbicara,"
"Hahaha.. Daffa, Daffa.. saya pernah muda seperti kamu, saya sudah capek menjadi seorang pengecut walau hanya dari perkataan saja."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Genç KurguBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...