15. Kepingan Masa Lalu

22 4 0
                                    

Aroma masakan yang tersaji di meja makan menguar sempurna. Bukan lagi nasi goreng seperti biasanya. Yang di meja makan masih fokus dengan suapannya masing-masing. Dan kali ini, hanya ada dua perempuan saja yang duduk bersisian di meja makan.

Ey sedang menyantap sarapannya. Tapi hari ini ia benar-benar tidak berselera. Dari pukul tiga kurang sampai sekarang ia berada di meja makan, pertanyaan yang sangat ingin ia tanyakan masih tertahan di mulutnya. Isi kepalanya masih berisik dengan pertanyaan bagaimana dan kenapa. Ya, perihal manusia tersebut inti utamanya.

"Ma,"

Maya menoleh. Sempat tertegun. Bisa dibilang ia adalah manusia yang berlebihan. Ah, bisa berbincang dengan putrinya ia sudah mensyukurinya. Dan ini, Ey mengajaknya berbicara terlebih dahulu di pagi hari.

"Ya?"
"Ey mau tanya, boleh?"

Maya tersenyum, "izin segala, apa memang?"

Ey menatap mata Maya lekat. Ah, perempuan dihadapannya ini raut wajahnya tak pernah berhasil sembunyi dari dirinya.

"Mama.. kenal dengan Januar?" Tanyanya hati-hati.

Maya menoleh, cukup terkejut mendengarnya, "kamu benar lupa?"

"Memang apa?" Dengan keningnya yang berkerut, karena cukup terkejut mendengar balasan dari Maya.

"Kamu ingat? Seminggu sebelum mama jemput kamu di panti waktu kamu umur tujuh tahun, ada anak laki-laki gemuk yang baru datang. Dia pendiam, pemalu, tapi kamu selalu berusaha mendekatinya karena menurutmu dia temanmu juga. Namanya Januar sayang, Januar Mahesa."

Ey menegak sempurna. Matanya membulat sempurna. Seperti ada sambaran petir yang ia rasa. Anak laki-laki itu. Panti asuhan tempatnya dulu. Beserta kenangan yang ada didalamnya. Menyeretnya kembali kejadian beberapa tahun yang lalu. Memaksanya mengingat kepingan-kepingan masa lalu tentang dirinya. Dan Januar menjadi bagian salah satunya, walaupun sangat sebentar waktu yang ada untuk ditempati oleh laki-laki tersebut.

"Ma, kita satu sekolah.."
"Mama tahu, kemarin Januar juga cerita kalau dia sudah berhasil bertemu dengan beberapa anak panti yang sudah diadopsi setelah kedatangan dirinya, salah satunya kamu. Niat dia baik, dia mau berteman dengan baik."

Badan Ey menyusut. Tidak salah dengar kan dirinya? Baik darimana dengan mengusik dirinya dengan cara yang sangat tidak baik.

"Tapi, kedatangannya pertama kali sangat menyebalkan, jauh berbanding terbalik dengan dirinya saat kecil. Lagipula, Ey baru melihatnya."

Maya tersenyum mendengarnya, sangat jarang rasanya mendengar Ey berbicara panjang seperti ini.

"Dia murid baru, Ey. Dia baru pindah. Sebelumnya dia dengan keluarganya tinggal di Malang."
"Jauh,"
"Dia diadopsi keluarga berkecukupan,"
"Mama.. kenapa bisa tahu tentangnya?"
"Dia yang menceritakannya sendiri. Dan latar belakangnya saat di panti, mama cukup banyak tanya beberapa anak yang ada didalamnya."

Ey diam. Sedikit terkekeh juga ia mendengarnya. Cukup banyak tanya katanya.

"Dan Ectya yang jadi pilihannya?"

Maya tercekat. Ia tahu, ini pasti membutuhkan waktu. Tapi mau sampai kapan?

"Kamu menyesal, Nak?"

Ey menunjukkan serangai miliknya, "memang ada yang kuat melawan takdir, Ma?"

Maya diam mendengarnya. Lebih baik ia hentikan saja percakapan kali ini. Ia hanya takut akan membuat luka lama Ey terbuka kembali. Walau ia tahu tidak ada luka yang benar-benar sembuh secara total, sekalipun sembuh akan menimbulkan bekasnya.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang