22. Merindu

19 1 0
                                    

Penat rasanya jika keadaan sekolah seperti ini. Jam kosong, banyak murid yang berkeliaran, kantin ramai, perpustakaan menjelma menjadi tempat untuk bersantai, kelas gaduh, kalau besok tidak sekolah sekali pun, sepertinya baik-baik saja.

Saat ini ia sedang berada koridor lantai dasar. Cukup sepi. Yang dicari masih belum berhasil ditemukan. Entah kemana perginya manusia yang satu itu. Sengaja dari awal ia tidak menghubunginya karena memang biasanya mencari sosoknya tidak sulit dicari.

Sehabis dari perpustakaan untuk mencarinya, tetapi tak ditemukannya, ia menuju kantin untuk membeli air mineral. Botol minumnya ada di kelas, malas untuk naik ke lantai atas.

Ia meminum beberapa kali tegukan air itu. Sesekali menyeka keringatnya yang bercucuran. Dilihatnya jam yang melingkar menunjukkan pukul tiga kurang. Sebentar lagi pulang sekolah. Pasti koridor akan ramai. Ingin mencari aman, ia pun melangkahkan kaki menuju kelasnya, bersiap untuk pulang.

Ia menapaki anak tangga satu persatu dengan air mineral yang masih digenggamannya di tangan kiri. Sedangkan tangan kanannya memegang balkon tangga.

Sebentar lagi pulang sekolah. Keputusan Audi harus disampaikan malam ini. Acara pensi sudah minggu depan. Tapi Daffa belum kunjung ditemukan. Baik, itu perpaduan yang sangat pas.

Hari ini tenaganya dikuras habis kembali, butuh banyak waktu sebenarnya untuk memulihkannya kembali. Ia benar-benar lelah, sampai-sampai suara kaki melangkah yang ikut menaiki anak tangga dibelakangnya pun tak terdengar olehnya. Biasanya telinganya sangat peka akan suara sekitar.

"Bisa pulang bareng?"

Ey berhenti membeku. Entah sudah berapa kali ia menghabiskan waktu bersama dengan laki-laki kesukaannya itu. Tapi jika mendengar suaranya, itu cukup membuatnya setia dengan kegugupan  yang selalu berusaha ia sembunyikan.

Ia menoleh hati-hati ke belakang. Tersenyum simpul, ia sedang berusaha menetralkan dirinya terlebih dahulu. Sepertinya ia sedang dipergoki mencari sosok laki-laki itu.

🍃🍃🍃

Bella menatap jengah gadis yang sedang duduk disebelahnya. Tak henti-hentinya tersenyum sepanjang ia menatap handphone-nya. Sesekali diselingi tawa sambil memakan seblaknya tanpa lepas penglihatan dari benda pipih tersebut.

"Mes, bentar lagi pulang, lo mau sampai kapan begitu?"

Mesi mengangkat kepalanya menatap Bella. Buru-buru sekali, padahal jika pulang saat bel juga pasti parkiran motor akan cukup ramai didominasi siswa ataupun siswi lainnya yang baru keluar kelas.

"Nanti aja ah, males."
"Beresin buku-buku lo yang diatas meja kalau gitu,"
"Iya, nanti."
"Terserah lo,"

Bella tak menghiraukan Mesi lagi. Anak itu paling sedang chatting-an dengan kekasihnya. Kebiasaan Mesi, berubah jika sudah menemukan yang pas di matanya.

"Eh, Bel, kata Arthur salam balik dari Fathur!"

Bella membulatkan matanya sempurna, lalu menatap horor Mesi. Sungguh. Apa Arhur tidak tahu jika Mesi hanya bercanda? Apa Arhur sengaja? Apa Arthur orang yang satu frekuensi dengan Mesi? Ya ampun.

"Gila lo, Mes!"
"Ih, kenapa? Kita kan bisa couple date nanti!"
"Bilangin Arthur gue nggak ada rasa apa-apa sama abangnya, awas aja lo aneh-aneh!"

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang