13. Terima kasih, Semesta!

32 3 0
                                    

"Aku boleh punya mimpi?"

"Siapa yang larang memang?"

"Aku cuma tanya,"

"Mimpinya?"

"Mau musnahin seluruh bunyi klakson di muka bumi,"

Yang ditanya hanya tersenyum mendengarnya. Mimpi yang unik untuk takaran manusia langka seperti perempuan yang sedang diboncengnya.

"Kenapa?"

"Bukannya telinga kita berhak untuk mendengarkan hal-hal baik? Mendengarkan suatu hal yang terus-menerus memekakkan telinga, memang dikategorikan baik?"

Lagi, laki-laki itu kembali tersenyum mendengarnya. Ah, laki-laki itu memang punya jawaban yang lebih baik lagi pastinya.

"Gak salah mimpi kamu, tapi untuk hal itu, kamu juga harus tahu sisi baiknya."

Yang dibonceng memutar bola matanya malas. Kenapa tidak langsung disemogakan saja, sih?!

"Apa? Bunyi bising kalau macet?"

"Memang itu bagian dari sisi baik? Orang-orang itu melakukannya karena memang apa yang ia lihat didepannya tertutup. Coba bisa lihat alasan kenapa macet, mungkin tidak ada bunyi klakson."

"Hmm.. mungkin,"

"Dengar aku, setiap apa-apa yang sudah diciptakan di muka bumi ini ada manfaatnya. Manfaat nggak selamanya baik, baik pun ada baiknya ada nggak baiknya. Dan nggak baik pun gak selamanya itu nggak baik bukan?"

Kan, benar. Ia sudah menduga. Laki-laki itu selalu bisa dewasa dengan dirinya yang terlalu kekanak-kanakan.

"Aku paham, boleh kita beli ice cream?"

Ectya tersenyum tipis mengingat tempo hari itu. Daffa memang laki-laki yang selalu bisa membuat dirinya dapat merasakan baik-baik saja. Bahkan, untuk mendengar suaranya jika sedang berbicara denganya, itu sudah dapat mengemban semua perasaan yang ada.

Ectya juga sangat amat ingat, ketika ia pulang sekolah ingin pergi ke toko buku bersama Daffa. Cuaca memang saat itu sudah gelap. Tapi Ectya tetap memaksa untuk tetap pergi.

Dan benar saja. Baru separuh perajalanan hujan deras sudah menghadang. Jadilah dua anak insan tersebut bermain hujan. Sepatunya disimpan di jok motor, sedangkan tas beserta isi buku ia biarkan. Tidak muat, tapi Daffa mau bertanggungjawab atas itu. Daffa mengeringkan buku-buku pelajaran sampai seharian ia jemur didepan paviliunnya keesokan harinya.

KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang