"Ectya!" Teriak melengking terdengar dari pintu kelas.
Yang dipanggil hanya mengangkat kepala dengan malas. Menoleh, lalu menelungkup kan wajahnya kembali.
"Ey!" Teriak gadis tersebut kesal.
"Apa?" Balasnya tak acuh.
"Daffa.."
"Kenapa lagi?" Tanyanya yang sudah bosan dengan pertanyaan seperti itu.
"Ya.. itu,"
"Masih," balasnya.
Gadis berambut pirang tersebut bangun dari duduknya dan berlalu begitu saja. Sedangkan temannya hanya mencibir kesal sambil menghentakan kakinya ke lantai.
Bagaimana tidak? Coba bayangkan ada diposisi seperti itu, apa tidak kesal?
Tapi bukan Ectya namanya, gadis pirang dengan panggilannya yang cukup singkat, Ey.
Banyak yang tidak bisa mengerti jalan pikirnya. Yang lebih sering dilihat dingin dan diam, bersuara jika perlu, tertawa sangat mustahil, tersenyum hanya dikejadian tertentu. Sulit untuk menafsirkan apa yang ia rasakan. Aneh, rumit, dan datar.
Tapi seaneh, rumit, atau datar pun dirinya. Tetap ada beberapa anak yang heran dengan dirinya, bagaimana tidak, memiliki ketiga teman yang jauh berbanding terbalik dengan dirinya.
Audi si anak organisasi, Mesi si anak yang cukup terkenal disekolah, dan Bella si periang. Banyak yang heran dengan ketiganya, bagaimana bisa bertahan dengan manusia tidak berekspresi itu.
"Pagi-pagi cuci muka,"
"Nggak ngerugiin lo ini."
"Lo galak banget sih, Ey. Asli. Ini masih pagi padahal."
"Ngantuk gue, Mes."
"Oh, tumben."
Hening. Tidak ada balasan yang keluar dari mulut Ey. Ia masih membasuh mukanya. Bukan favoritnya akhir-akhir ini membasuh muka sebelum memulai pelajaran. Alasan ngantuk pun hanya sekadar omong kosong yang ia gunakan.
"Temenin beli buku yuk!" Ajak Ey tiba-tiba.
"Males,"
Ey menoleh, mulai keluar sifat lainnya jika sedang bersama teman dekatnya. Ia menghentikan aksi membasuh wajahnya. Dan Mesi tentu hapal akan hal itu.
"Please.." rengeknya.
Mesi mendengus. Entahlah, sudah setahun, lebih sepertinya, ia berteman dengan Ey. Baginya, Ey anak yang cerdas dan cepat tanggap. Namun ia masih belum berhasil memecahkan apa yang selama ini Ey pendam. Dekat, namun seperti ada tembok tinggi yang menjulang untuk dirinya memahami Ey lebih jauh.
"Hmm.." balasnya lalu meninggalkan Ey duluan.
Ey melihat punggung itu. Dan tersenyum kecil ketika melihatnya. Bersyukur sejenak. Setidaknya, ia masih memiliki teman yang masih sudi bertahan dengannya, walau ia lebih sering membuat mereka merasa kesal dengannya.
🍃🍃🍃
"Nyari buku apa lagi?" Tanya Audi. Temannya yang beda kelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kita
Ficção AdolescenteBukan kisah Romeo atau Juliet, lagipula, bukan kisah seperti itu yang diinginkannya. Mencoba dan belajar untuk menjadi gadis yang normal dan sebisanya mungkin, walau rasanya sangat tidak mungkin. Masing-masing diri yang selalu berusaha menjadi kita...