Malam itu, hanya tinggal beberapa orang saja di sekretariat, termasuk aku dan Kak Oka. Entah karena alasan apa dan kenapa semua ini terjadi, aku dan Kak Oka menjadi sangat dekat. Aku tak tahu awal dari kedekatan ini kapan, dan disebabkan oleh apa. Yang jelas, aku dan Kak Oka menjadi sangat dekat, tidak dapat dipungkiri lagi. Namun, ini benar-benar di luar dugaanku sendiri.
Aku dan Kak Oka hendak pulang bersama, kita akhirnya memutuskan untuk mengantarkan Kak Lala terlebih dulu. Lalu aku, Kak Lala, dan Kak Oka berjalan menuju gang yang agak gelap, karena gang itu tidak dapat dimasuki motor. Setelah sampai di ujung jalan yang agak ramai, aku dan Kak Oka berpamitan kepada Kak Lala. Saat aku menyusuri jalanan yang gelap itu, tiba-tiba saja, tangan Kak Oka perlahan meraih tanganku, aku benar-benar kaget, dan tak tahu harus melakukan apa. Aku dan Kak Oka pun bergenggaman, setelah langkah demi langkah, kita berjalan menyusuri jalan, Kak Oka mengeratkan genggamannya, dan saat itu, aku benar-benar tidak dapat menahan degup jantung yang terus saja berdegup kian cepat. Ada yang berbeda dari genggaman itu, yang membuat degup jantungku kerap menggebu, dan ada bahagia yang membuncah, aku hanya dapat diam.
Setelah perjalanan menyusuri gang itu berakhir, dia melepaskan genggamannya, lalu aku hanya diam, karena benar-benar cukup canggung keadaannya. Aku dan Kak Oka menaiki motor untuk pulang. Di perjalanan, aku benar-benar seperti tersihir dan tidak tahu harus melakukan apa, diam dan canggung. Tapi yang jelas, aku bahagia.
"Kok, aku deg-degan, ya?" tanyanya.
Aku hanya diam.
"Kamu deg-degan, gak?" dia bertanya lagi.
Aku hanya diam.
"Pegangannya, jangan ragu gitu, dong!" dia menggodaku.
"Gak pegangan ih!" tanganku memang hanya menyentuh pinggangnya saja.
"Aduh dingin, ih!" ujarnya.
"Terus?" kataku.
"Kamu, ih!"
Aku hanya diam.
"Kode tau, itu!" dia berkata dengan nada kesal.
"Terus?" kataku.
"Gak, ah, gak jadi!" dia kesal.
"Ya, udah!"
"Iih, kamu!" rengeknya.
"Apa?"
"Aku dingin!"
Aku hanya diam.
"Kamu ih, harus dipaksa orangnya tuh!" ujarnya.
Aku hanya diam. Sebenarnya, aku sangat suka dia melakukan hal-hal seperti itu, tapi aku benar-benar harus bersikap seolah-olah aku merasa biasa saja. Tiba-tiba saja, dia meraih tanganku, dan melingkarkan tanganku di perutnya.
"Ih!" aku mencoba melepaskan tanganku.
"Kalo mau peluk, peluk aja! Gak usah pura-pura. Haha," katanya.
"Nyebelin!" kataku.
"Biarin!"
Sungguh! Aku benar-benar bahagia saat memeluk Kak Oka. Tapi, aku benar-benar harus menutupi bahwa aku bahagia. Ini demi kebaikan siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)
General FictionUntuk cinta, kita tidak bisa memilih untuk siapa atau kepada siapa kita mencintai. Itulah yang terjadi, saat aku mencintainya. Aku tidak memilihnya untuk menjadi seseorang yang akan aku cintai, tapi rasa itu tiba-tiba saja perlahan menggunung, dan a...