15. Cemburu

754 18 0
                                    

Malam itu, adalah gladi bersih untuk pertunjukkan besok, upacara adat di sebuah pernikahan. Aku ditunjuk untuk menjadi penari sinta, pasangan rama, dalam tarian rama sinta.

Tari Rama Sinta adalah sebuah tarian yang diambil dari sebuah kisah Ramayana, tarian ini merupakan tarian berpasangan, yang mengisahkan kisah cinta antara Sinta dan Rama, tarian ini biasa kami bawakan dalam upacara adat pernikahan. Dalam tarian Rama Sinta, memang terkesan romantis, karena setiap gerak tarinya disyaratkan berpasangan. Juga, terdapat gerakan yang mana Sinta diangkat dan duduk di bahu Rama, lalu menari di atas bahu Rama.

Setelah selesai latihan, aku ke ruang belakang dan bergegas untuk bersiap-siap pulang dengan Kak Oka, dia telah mengajakku sedari awal akan pulang bersama. Setelah aku istirahat sebentar, aku melihat Kak Oka di ruang latihan, dia terlihat sedang bermain kartu remi bersama anak angkatan bawah. Ah, aku sudah menduga, dia memang sedang modus (modal dusta) pada anak-anak perempuan itu, dengan memperlihatkan sulap kartunya. Aku langsung menduganya seperti itu, karena dia pernah melakukan hal itu padaku, dulu.

"Kamu pilih kartunya!" dia menyodorkan kartunya padaku.

Lalu aku mengambil satu kartu.

"Kamu liat kartunya, terus inget-inget kartunya, ya!" dia memberi intruksi.

Aku melihat kartu yang aku ambil, lalu aku mengingat-ngingat kartu tersebut.

"Kamu masukin kartunya ke sini!" dia menunjukkannya.

"Ah, mau sama aku," kataku.

"Nih, sama kamu kocok kartunya!" dia memberikan kartunya.

Aku mengocok kartunya, lalu memberikan kartunya padanya, lalu dia membagi kartu itu menjadi tiga bagian.

"Kamu liat tiga-tiganya, terus kamu inget-inget kartunya ada di bagian mana!"

Lalu aku melihat semua bagiannya, dan kartu yang aku lihat tadi ada di bagian pertama, tapi aku diam dan tidak memberikan isyarat apapun.

"Udah?" dia bertanya. "Mana tangan kamu?"

Aku mengulurkan tanganku padanya, lalu dia menyimpan tanganku di atas bagian kartu-kartu itu, lalu tangannya menutupi tanganku.

"Kamu pikirin kartunya!" dia memberikan intruksi.

"Iya."

Setelah beberapa lama ...

"Ih, kamu! Inget-inget kartunya!" katanya.

"Iya, aku inget-inget."

"Eum ... Bentar, aduh ih! Kok, susah yah ini!" dia terlihat seperti serius.

Aku hanya diam memperhatikannya.

"Ih, kamu jangan liat aku! Tuh, kan, jadi lupa lagi," katanya.

"Wah? Ih maaf," jawabku.

"Diem makanya, kamu tutup mata! Inget-inget kartunya!"

"Iya."

"Aduh, kamu sih, jadi kan, aku lupa lagi tadi kartunya."

Aku hanya diam, lalu semua orang di sana mentertawakanku.

"Si Ica ih, polos! Mau aja diboongin Si Oka! Hahaha," sahut anak-anak.

"Ih, apa?" aku panik.

"Si Oka modus dia, hebat emang. Hahahaaa," semua orang tertawa.

Aku langsung melepaskan tanganku, dan berkata: "Iiihhhh!!!"

Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang