Saat itu adalah waktu penerimaan anggota baru di seluruh unit kegiatan mahasiswa di universitas. Organisasi kami, hendak melakukan wawancara pada setiap calon anggota baru.
"Ca, banyak yang cantik tau!" kata Kak Oka.
"Iya, banyak," jawabku datar.
"Banyak yang enak-enak. Haha," Kak Oka tertawa bahagia.
"Terus? Penting banget dengernya!" aku pergi meninggalkan Kak Oka dengan penuh rasa kesal, karena dia memang playboy.
Aku sedang sibuk mengurus anak-anak yang hendak melakukan wawancara, Kak Oka menghampiriku.
"Kamu, ih! Ngasih aku yang jelek-jelek orangnya!"
Kak Oka memang salah satu pewawancara saat itu, dia memang hebat. Dari kebanyakan pewawancara adalah senior-senior organisasi, hanya satu yang bukan, yaitu dia.
"Ih, siapa juga. Kebetulan aja kayak gitu kali," kataku.
"Huh, jahat kamu ih!"
Aku hanya diam.
"Ada yang suka sama aku, mau masuk sini tau," katanya.
"Siapa?"
"Anak jurusan aku, adik kelas aku. Dia suka sama aku."
"2017?" tanyaku datar.
"Bukan, 2016. Se-angkatan sama kamu."
"Wah?"
"Iya."
"Siapa?" tanyaku.
"Namanya Shima, nanti dia dateng mau wawancara juga kayaknya."
"Ya udah. Nanti kalo ada yang namanya Shima, aku kasih ke Kak Oka. Biar Kakak yang wawancara dia," jawabku kesal, lalu aku pergi.
"Heh! Ca!"
Aku tidak mengindahkan panggilannya. Setelah beberapa lama kemudian ...
"Kak, maaf. Aku kebetulan sedang ada acara untuk hari ini, ada acara karantina, ini juga izin sebentar. Aku sama temen aku tiga orang mau wawancara, boleh gak kalo diduluin, Kak?"
"Oh, gitu. Iya boleh, sebentar ya!" jawabku.
"Bisa Kak? Makasih banyak, Kak!" dia sangat bahagia.
"Bisa, kok. Hehe," jawabku ramah. "Namanya siapa?"
"Aku Shima, sama teman aku berdua itu, Kak," jawabnya.
Aku benar-benar ingin tertawa rasanya saat itu, Shima-Shima itu ternyata ini orangnya. Lalu aku mempersilahkannya memasuki ruangan, dan aku menunjukkan arahnya. Aku sengaja mengarahkan agar dia dapat diwawancara oleh Kak Oka.
Setelah dia masuk, aku menengok di pintu, lalu melihat Kak Oka. Lalu aku melihat mereka di sebuah kaca, Kak Oka tiada hentinya tersenyum saat melontarkan sebuah pertanyaan, mereka benar-benar seperti sangat asyik. Jujur, saat Kak Oka dengan tersenyum berbicara dengan Shima, aku benar-benar sangat kesal saat itu, namun aku menutupinya. Setelah Kak Oka selesai mewawancarai Shima, dia menghampiriku keluar.
"Kamu, ih!" dia tertawa dengan penuh kegirangan.
"Biasa aja kali, kok, merah-merah gitu!" aku menggodanya.
"Enggak ih, biasa aja."
"Beda ah!"
"Beda gimana?" dia bertanya.
"Beda aja!"
"Biasa aja ih!"
"Ah, boong! Tadi aja ketawa-ketawa, kayak seneng gitu ngobrolnya!"
"Kamu kalo cemburu bilang!" katanya.
"Siapa yang cemburu? Gak jelas banget!"
"Hahaha," dia tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)
General FictionUntuk cinta, kita tidak bisa memilih untuk siapa atau kepada siapa kita mencintai. Itulah yang terjadi, saat aku mencintainya. Aku tidak memilihnya untuk menjadi seseorang yang akan aku cintai, tapi rasa itu tiba-tiba saja perlahan menggunung, dan a...