30. Aku Selalu Rindu

444 14 0
                                    

Menjelang hari ulang tahun Kak Oka, aku tidak bertemu dengan Kak Oka selama beberapa hari, dan itu membuatku merasa sangat sepi, aku benar sekali nyatanya merindu, aku rindu Kak Oka, sangat rindu. Kalian tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya merindu pada seseorang yang seharusnya kalian tidak merindu padanya, kalian harus menutup rindu itu dalam-dalam, tidak akan pernah terungkap, dan perlahan harus menghilangkan rindu itu, tanpa pernah berkata rindu, itu sangat sakit aku rasa. Aku tak bisa mengatakan begitu saja bahwa aku rindu, tidak bisa. Mengapa? Karena rindu itu atas hak siapa dan apa? Aku bukan siapa-siapa, aku bukan orang yang dapat diterima rindunya, karena kejahatanku selama ini, mencintai dan menyayangi Kak Oka, yang jelas Kak Oka telah memiliki pacar, aku berhak apa?

Malam itu tiba-tiba Kak Oka mengirimkan pesan.

"Mau ambil jaket, besok mau dipake."

"Jam berapa? Aku lagi sama temen," jawabku.

"Kalem, aku kagi rapat terakhir Zeus."

Pesan itu tidak kubalas lagi, beberapa jam kemudian.

"Udah di kostan? Aku mau ambil jaket."

"Aku lagi nonton di kostan. Mau ambil sekarang? Aku ke bawah kasiin," kataku.

"Sebentar lagi yah," katanya.

Setelah beberapa lama, Kak Oka pun menelepon dan berkata bahwa dia di bawah, aku memberikan jaketnya.

Setelah beberapa detik pertemuan itu, aku benar-benar ingin sekali menangis, tatapan kita seperti tertahan untuk kita tidak lagi bertemu suatu saat nanti. Aku benar-benar ingin sekali beberapa saat hanya berbicara tentang beberapa hal saja dengannya, karena rindu ini. Tapi, tidak bisa! Aku harus menahan rindu ini, aku harus menghilangkannya perlahan, aku tidak seharusnya terus menyakiti hatiku sendiri, dengan terus berharap pada Kak Oka yang telah memiliki pacar, aku harus belajar untuk membuang jauh-jauh Kak Oka dalam hatiku. Telah kutahan untuk tidak memulai chat dengannya, meskipun aku sangat ingin, dan walaupun itu sekedar menanyakan kabar atau hal apa saja. Beberapa menit kemudian ...

"Dih bau kamu, Yaa Allah harus sabar," katanya.

"Enggak ah, aku gak cuci," kataku.

"Iyah, jadi bau kamu. Aku harus menguatkan diri ini," katanya.

"Tapi aku pengen ketemu, tapi jangan," kataku.

"Sama, dari kemaren. Aaaarggghh!" katanya. "Malem ini aku tidur di Fitra."

"Iyah, udah kamu bobo," kataku.

Kita harus sama-sama saling menahan agar kita dapat perlahan menjauh. Aku harus rela melepas Kak Oka perlahan, dia juga harus melepasku, itu pasti. Karena seseorang yang jauh di sana sedang menunggunya. Itu sungguh sangat sakit!

---

Tiada satu haripun tanpa aku merindu pada Kak Oka, aku benar-benar sangat ingin bertemu dengannya, lalu memeluknya, itu saja!

Malam itu, aku melihat status Kak Oka, dan dia mengucapkan ulang tahun pada mamanya. Akhirnya, kuberanikan diri untuk memulai chat, hanya sekedar mengatakan selamat ulang tahun untuk mamanya.

"Habede Mama Kak Oka!" kataku.

Waktu menunjukkan pukul 22.40, setelah beberapa kali kupikir, aku tidak seharusnya mengatakan hal itu, aku unsent.

"Jol, unsent," Kak Oka membalas.

"Habede Mama Kak Oka!" kataku. "Itu isinya."

"Jiaaahhhh."

"Kenapa ketawa?" kataku.

Kak Oka mengirimkan sebuah gambar foto Kak Oka sendiri.

"Aku cukur. Lebih rapih," katanya.

"Ganteng," kataku, tapi beberapa detik kemudian, aku unsent, tapi terlanjur dia baca.

"Unsent aja semuanya."

"Ganteng," kataku. "Gak akan aku unsent."

Aku mengirimkan sebuah gambar fotoku sedang tiduran.

"Dih! Kerjain tugas aku. Pusing kuliah!"

"Tugas apa?" tanyaku. "Semangat."

"Aku berhenti bisnis-bisnisan. Fokus kuliah, hidup normal, pusing tapi. Susah."

"Asli?"

"Banyak cobaan. Iyah, Zeus bubar."

"Hah? Boong gak?"

"Asli. Wuahahah. Pusing-pusing amat aku hidup. Hilang arah, gak tau ke mana. Bosen."

"Kenapa ih kenapa? Cerita cerita."

"Kalo event kita jadi sama Zeus liburannya, itu projek terakhir, sebelum gut bay. Aku ilang gairah berbisnis dan berorganisasi, dan hidup. Luntang-lantung, gabut, beresin kamar, nyuci, jadi manusia normal."

"Kenapa jadi gini? Ada masalah? Awalnya kenapa?" tanyaku.

"Gak tau. Tiba-tiba aja. Haha."

"Pasti ada awalnya. Alesan pertamanya kenapa."

"Sakit, mungkin."

Percakapanku berakhir sampai di sana, karena aku ketiduran.

Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang