Aku telah bersiap untuk bertemu denganmu lagi. Setelah liburan berakhir, aku harus menghadapi berbagai hal, kuliah, pekerjaan, rutinitas, aktivitas, dan kamu. Aku akan siap untuk semuanya.
Setelah beberapa hari, aku tidak menemukan Kak Oka. Sempat aku merasa bersyukur, karena aku tidak bertemu dengannya. Tapi tak dapat kupungkiri, bahwa masih ada rindu yang tertahan dalam jiwa.
Malam itu, adalah malam gladi resik pembukaan ospek universitas, yang mana organisasiku diminta untuk menjadi tim opening acara tersebut. Aku melihat Kak Oka, tapi kuhiraukan, karena waktu itu aku harus latihan, dan sepertinya Kak Oka telah menyadari, bahwa aku memang sengaja menghindarinya.
Saat sedang beristirahat, seseorang membawakan dua dus air minum, dan meletakkannya di dekatku, itu mengenai kakiku.
"Aww!!" kataku.
"Maaf, maaf!" katanya.
Setelah kulihat wajahnya, langsung kujawab: "Iya," dengan jawaban yang datar. Ya, benar! Itu Kak Oka!
Aku duduk di kursi, tempat yang disediakan untuk mahasiswa baru. Sahabatku mengatakan beberapa kali, bahwa dari kejauhan Kak Oka terus saja memandang ke arah kita, mungkin dia mencariku.
Beberapa lama kemudian, Kak Oka melewatiku, sambil melihat ke arahku dan memberikan senyumnya padaku, namun aku sama sekali tak membalas senyumnya, dan tetap memasang wajah sinis, datar, dan tidak peduli padanya. Akhirnya, dia pergi meninggalkan ruangan, entah ke mana, aku tidak tahu.
Setelah beberapa lama, seseorang mengirimiku pesan. Ya, itu Kak Oka.
"Edan sombong parah. Maaf yah yang tadi. Sekalian maaf sudah mengganggu hidup. Kalo maunya gitu gapapa, maaf banget sekali lagi."
Aku tidak membalas pesannya. Esok dan esok harinya lagi, aku harus siap selalu bertemu dengannya, dengan wajah datar, dan tidak peduli padanya. Aku harus bisa melakukan hal itu.
---
Aku melihatnya lagi, dia datang, dan lagi kubiarkan. Aku selalu pergi menjauh darinya, atau memasang wajah tidak peduli padanya.
"Aku pengen ngobrol sebelum berangkat. Gak bisa, ya?"
Dia mengirimiku pesan. Dia memang akan berangkat untuk OJT (On the Job Training) ke Labuan Bajo, Flores.
Aku memang berniat untuk belajar bersikap biasa saja, karena memang dirasa tidak nyaman. Saat aku melewati kostannya, aku memanggil namanya pada hari sebelum itu, mungkin dia tidak dengar. Aku juga sempat mengobrol pada Cika, bahwa aku akan baikan, dan bersikap biasa saja, tidak terlalu seperti ini, tapi tetap menjaga agar aku tidak baper lagi, dan jatuh cinta lagi padanya. Akhirnya, kujawab pesannya.
"Ngobrol apa?" jawabku.
"Banyak. Sekalin kamu kembaliin buku, kan? Sama mau ngasih file yang cover buku kamu," jawabnya. "Berhenti harus seperti ini? Harus memutus silaturahmi banget gitu?"
"Mau kapan?"
"Besok bisa?"
"Jam berapa?" tanyaku.
"Abis magrib?"
"Siang aja gimana?" kataku.
"Aku ke Pagarsih buat packaging jilbab. Gimana dong?"
"Ya udah magrib. Di mana?" tanyaku.
"Bebas. Aku lagi gak ada uang buat nabung ongkos. Di tempat murah aja. Kamu maunya di mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)
General FictionUntuk cinta, kita tidak bisa memilih untuk siapa atau kepada siapa kita mencintai. Itulah yang terjadi, saat aku mencintainya. Aku tidak memilihnya untuk menjadi seseorang yang akan aku cintai, tapi rasa itu tiba-tiba saja perlahan menggunung, dan a...