Iya, aku sekarang mulai serakah, aku mulai membenci semuanya, aku membenci diriku sendiri, aku membenci rindu yang dulunya sangat tenang dalam dadaku, dan aku juga membenci cinta yang dulu dia sangat pasrah pada keadaan, aku menjadi ingin mengingkari semuanya. Tidak bisa untuk kupungkiri lagi, aku telah benar-benar jatuh cinta padanya, alasan aku masih tetap bertahan pada titik ini, karena kasih sayangku sudah benar-benar sangat besar sekarang. Dia memang orang yang dapat membuatku nyaman, di segala keadaan, dia adalah sosok yang sama besarnya, dalam kasih sayang dan kenyamanan layaknya orang tuaku, dia dapat meyakinkanku atas itu.
Aku sudah seringkali mencoba untuk membunuh rasa dan asa yang terus saja semakin melekat dalam dada, tapi aku gagal, dan selalu gagal. Entahlah, kegagalan itu kubuat sendiri, atau dia menggagalkannya, atau semua ini adalah atas berkat Tuhan, dalam menjawab doa-doaku. Aku, benar-benar telah rapuh, aku tak tahu harus melakukan hal apa. Aku resah, Tuhan!
Tuhan, maafkan aku, telah berbuat jahat selama ini, membiarkan rasa dan asaku terus tumbuh, dan menganggap dia adalah milikku, padahal ikatan telah dia miliki dengan seseorang yang telah dijodohkan padanya, ternyata mereka bukan hanya sekedar pacaran, tapi mereka dijodohkan, aku tahu setelah dia mengatakannya sendiri padaku. Aku tahu, dia sangat sayang pada perempuan itu, aku sangat tahu. Tapi aku, adalah wanita jahat yang dapat melakukan semauku padanya, dan membuat dia goyah, aku yang jahat, Tuhan! Aku! Aku adalah wanita jahat, yang dapat memeluk raganya saat aku rapuh, bersandar pada dadanya saat aku kalut, menjambak rambutnya saat aku kesal, membelai pipinya saat aku ragu, lalu mencium pipinya saat aku senang, tanpa memikirkan semua hal itu dapat menyakiti hati kekasihnya, yang telah menunggunya jauh di sana, untuk pulang, untuk menikah dengannya, karena jodohnya sedang pergi jauh. Aku telah menyakiti perasaan perempuan itu, aku benar-benar jahat.
Tapi Tuhan, mengertilah, saat aku mencoba mengingat kejahatanku, lalu perlahan pergi menjauhinya, hatiku benar-benar sakit, dia pilu, aku tak dapat melakukannya. Meski telah kucoba beberapa kali, lalu menangis atas tindakanku sendiri, aku menahannya sendiri. Tapi pada akhirnya, kita bersatu kembali. Aku benar-benar sangat bingung harus melakukan apa. Tuhan! Aku telah membuat dia menjadi orang yang lebih baik, dia tidak nakal lagi, dia perlahan bangkit dari keterpurukannya, dia berubah menjadi lebih baik, dan aku yang membantunya selama ini, lalu aku harus membiarkan hasil usahaku menjadi milik orang lain, itu berat, Tuhan! Aku tahu, dia bukan milikku pada awalnya, dia milik perempuan itu, aku sangat tahu, Tuhan. Tapi, aku tahu yang lebih berhak memilikinya adalah, Engkau! Sekarang, aku menjadi tak bisa untuk menyerahkannya begitu saja, aku ingin memilikinya, Tuhan, aku sayang! Aku sayang dia!
---
Pagi hariku disambut dengan catatan pengisian laporan triwulan organisasi. Resiko sebagai bendahara memang, aku dituntut untuk menjadi 2 bendahara sekaligus dalam satu waktu, apalagi keduanya adalah tanggungjawab yang sangat besar dalam hal keuangan, menjadi bendahara organisasi yang besar dan satu event yang besar itu benar-benar membuat adrenalin hidup lebih menantang, menciptakan pengalaman baru.
"Ca, aku mau ngambil motor," ujar Raka.
"Mau ke mana?" tanyaku.
"Aku mau pulang."
"Ih, kenapa pulang? Kan, besok triwulan. Kamu gak akan ikut?"
"Enggak," jawabnya. "Aku mau ke dokter," dia berbisik.
"Hah? Ngapain?"
"Enggak ngapa-ngapain."
"Ih!"
"Ayo, cepet. Udah sore!"
"Bentar, ih!"
Aku menghampirinya, dia sedang memakai sepatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)
Ficción GeneralUntuk cinta, kita tidak bisa memilih untuk siapa atau kepada siapa kita mencintai. Itulah yang terjadi, saat aku mencintainya. Aku tidak memilihnya untuk menjadi seseorang yang akan aku cintai, tapi rasa itu tiba-tiba saja perlahan menggunung, dan a...