24. Sakit

502 13 0
                                    

Saat evaluasi event berlangsung, aku hanya melihat wajah Kak Oka yang entah mengapa dia seperti lemah tak berdaya, tidak seperti biasanya, dia beberapa kali menghilang di tengah-tengah evaluasi. Setelah beres, dia pun pulang tanpa pamit atau berkata apa-apa kepadaku, aku benar-benar khawatir.

"Kamu kenapa? Sakit? Sekarang di mana?" aku mengiriminya sebuah pesan.

"Sakit gigi, aku di kostan. Sini aja, gak aku kunci."

"Udah makan? Aku bawa makan, yah!"

Dengan penuh khawatir, aku langsung pulang. Saat aku memasuki kostannya, dia sedang tertidur dengan selimut yang dia tutupkan ke badannya, dengan wajah yang lemas tak berdaya, aku benar-benar tak kuasa melihatnya.

"Kamu sakit?"

Aku duduk di pinggirnya sambil memegang kening, pipi dan lehernya untuk mengecek suhu tubuh Kak Oka.

"Ih, panas banget!! Kamu kenapa?"

"Sakit gigi," jawabnya seperti setengah sadar.

"Tapi panas banget gini!! Aku harus gimana? Kamu udah makan? Ini aku bawain makan."

"Udah."

Aku melihat ke sekeliling, kamarnya berantakan dan ada bekas dia makan dan beberapa tablet, sepertinya itu obat sakit gigi.

"Udah minum obat?" tanyaku.

"Udah."

Aku membiarkannya tidur, agar dia beristirahat, lalu aku membereskan kamarnya yang berantakan itu. Setelah beres, aku duduk di sampingnya, lalu melihat wajahnya dengan sangat dalam, aku benar-benar khawatir, jujur saja!

Aku melihat wajahnya dengan sangat-sangat dalam, hati kecilku terus berkata: "Tuhan, jangan biarkan dia sakit! Apa yang harus aku lakukan? Aku harus bagaimana? Aku benar-benar khawatir!"

Aku mengusap-ngusap wajahnya perlahan, lalu bergantian memegang tangannya. Aku benar-benar bingung harus melakukan apa. Lalu aku menunduk dengan wajah yang kusimpan di lutut, dengan pasrah.

Beberapa lama kemudian, pintu kostan terbuka, aku kaget ada orang yang masuk.

"Eh? Kak Citra?" sontakku kaget.

Aku tahu itu Kak Citra, dia adalah salah satu anggota Zeus, selain Kak Natha dan juga Kak Fitra yang udah keluar dari Zeus.

"Eh, ada kamu juga di sini," ujarnya.

"Iyah, dia bilang ke aku sakit gigi, tapi badannya panas banget!"

"Emang, suka gitu dia!"

Kak Citra mengambil sesuatu dari tasnya, lalu memberikannya padaku.

"Ini, obat sakit gigi."

"Oh iyah, makasih Kak. Kak Citra habis dari mana?"

"Habis dari kostan temen, ini mau ke sana lagi."

"Oh gitu," jawabku.

"Iyah, aku pergi yah!"

Kak Citra pergi meninggalkan aku dan Kak Oka. Kembali, aku mengusap-ngusap tangannya.

Beberapa lama kemudian ...

"Makasih, yah!" kata Kak Oka.

Dia terbangun dari tidurnya, sambil mengatakan hal itu padaku. Dia mengulurkan tangannya, lalu aku menaruh tanganku di atas tangannya, dia merekatkan tangannya di tanganku, aku mengelus-ngelusnya dengan jariku, dia selalu mengeratkan tangannya.

Malam itu, aku mengompresnya beberapa kali, dengan menahan kantuk. Aku menyandarkan kepalaku di lutut, lalu bangun beberapa saat untuk mengganti kompresannya yang setelah lama menjadi dingin, aku menggantinya agar tetap hangat. Berulang kali mengecek suhu tubuhnya yang semakin lama panasnya mereda, aku lega.

Setelah tengah malam, aku ketiduran dengan posisi tubuh duduk, dan tanganku yang berpegangan dengan tangannya, namun berhenti mengusapnya, karena ketiduran.

Dia terbangun dari tidurnya, membenarkan posisi tidurnya, yang sepertinya sudah tidak nyaman, aku bangun dari tidurku.

"Kenapa? Mau minum?" tanyaku.

Dia menjawabnya dengan menggelengkan kepala, aku melepaskan genggamannya untuk menganti kompresannya.

"Kamu tidur! Kasian capek."

"Iyah," jawabku yang sibuk menyimpan kompresan di keningnya.

Aku mengusap-ngusap wajahnya, sambil berkata dalam hati: "Jangan sakit!"

Setelah beberapa lama, aku menutup mataku dengan damai, sambil terus berdoa: "Tuhan, jangan biarkan dia sakit!" Tiba-tiba, dia mencium keningku beberapa saat. Sejak saat itu, aku tahu bahwa dia sayang padaku. Sejak saat itu, aku berharap Tuhan memberikan dia untukku, dia adalah bahagiaku.

Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang