34. Please Leave Me

619 14 0
                                    

Malam itu, aku tengah bersama Kak Oka, aku makan bersama di kostan Kak Oka. Setelah selesai makan, aku melakukan beberapa pekerjaan, dan terus memandangi laptop. Sesekali aku melihat Kak Oka, Kak Oka tampak tersenyum saat melihat ponselnya, aku membiarkannya. Lalu, aku melirik Kak Oka, lagi-lagi dia tersenyum-senyum sendiri melihat ponselnya. Aku telah menduganya, bahwa dia sedang chat dengan Kak Gita, aku sangat yakin. Karena matanya memperlihatkannya padaku, matanya berbinar, juga senyum yang dia wartakan nampak jelas berbeda, aku dapat melihatnya. Namun, saat aku melihat Kak Oka saat itu, jujur saja, aku benar-benar merasa sakit, dia adalah bahagiaku, tapi saat dia bahagia karena orang lain, dan orang itu adalah Kak Gita, aku benar-benar merasa sangat sakit. Aku memang tak berhak sama sekali untuk hal-hal seperti itu, aku mestinya sadar, tapi aku memang tidak tahu malu!!

"Biasa aja senyumnya!!" kataku.

"Hah? Apa?" katanya.

"Iya, senyumnya biasa aja!!"

"Apaan?"

"Emang aku gak tau???" tanyaku.

Beberapa waktu, dia melakukan hal yang sama, aku benar-benar tak dapat menahannya lagi, aku sangat sakit, aku ingin menangis saat itu juga, tapi aku tidak bisa. Beberapa kali aku menenangkan hatiku sendiri, dengan mengatakan: "Jangan nangis, Ca! Jangan!! Kamu kuat, kamu gak boleh nangis!! Ingat, Ca! Kamu siapa? Kamu berhak apa untuk melarangnya tersenyum dan bahagia karena orang lain, atas hak apa, Ca? Kamu kuat!!"

Kak Oka meninggalkan kamar dan menuju kamar mandi. Aku mendengar beberapa kali bunyi whatsapp dari ponsel Kak Oka. Setelah beberapa lama kemudian, aku benar-benar muak karena notif chat itu terus saja berbunyi, aku sangat kesal. Aku membuka ponselnya, dan benar, ada chat dari Kak Gita. Aku segera menyimpannya lagi ke tempat semula, sebelum Kak Oka datang.

Kataku dalam hati: "Euh!! Aku pengen buang ponselnya, Tuhan!! Aku bakal lempar ponselnya, aku bakal buat rusak, biar notifnya gak bunyi terus!!" dengan nada agak keras dan kesal.

Kemudian Kak Oka kembali, aku berusaha menyembunyikan segala kekesalanku, dan berpura-pura sibuk melihat laptop. Kak Oka kembali membuka ponselnya, kali ini dia tidak bisa menahan tawanya, dan dia pun tertawa di depanku. Awalnya, aku membiarkannya. Tapi lama-lama, aku benar-benar kesal. Aku membereskan laptop, dan memasukkannya ke dalam tas.

"Eh, mau ke mana?" Kak Oka bertanya.

"Mau pulang."

"Ih, kenapa pulang?" Kak Oka bertanya.

Dalam hati: "Bodoh!! Terus aku harus di sini gitu? Ngeliatin kamu yang terus-terusan senyum-senyum dendiri, gara-gara chat sama Si Gita? Emang aku bego? Sakit!! Aku juga sakit ngeliat kamu kayak gini! Aku gak kuat, aku juga pengen nangis saat itu juga, tapi aku gak bisa!"

"Udah malem," kataku.

"Ih, bentar dong!" katanya.

Aku tidak menjawabnya. Lalu, aku berdiri untuk pergi meninggalkannya.

"Ih, mau pulang sekarang?" Kak Oka bertanya.

"Iya."

"Ih, bentar!!"

Aku tak menghiraukannya.

"Bentar aku anter!"

"Gak usah."

"Ih, kamu berani gitu sendiri?" tanyanya.

"Beranilah, orang gak apa-apa."

Aku berjalan menuju pintu.

Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang