25. Selalu Saja Gagal

498 15 0
                                    

Satu minggu harus kupulihkan badanku karena terkena musibah kecelakaan, terpaksa aku harus pulang lagi ke rumah, untuk mendapatkan perawatan di rumah. Sebelum kepulanganku, aku dikirimkan sebuah foto dari seorang sahabat, foto itu adalah foto Kak Oka sedang video call bersama pacarnya, dengan beberapa catatan seperti: "Cepat sembuh sayang, semoga sakit ini menjadi ibadah, dan lain sebagainya," itu diposting oleh Kak Gita, pacar Kak Oka.

Selama aku di rumah, aku tidak mendapatkan kabar sama sekali dari Kak Oka, dia juga tidak mengabariku tentang kesehatannya, atau menanyakan kondisiku bagaimana selama satu minggu itu. Aku benar-benar telah dibuat sadar oleh hal itu, dengan berpikiran: "Aku ternyata bukan seseorang yang spesial di mata Kak Oka, aku hanyalah perempuan bodoh yang dimanfaatkan, dipermainkan, dan dijadikan pelampiasan." Itu sangat menyakiti perasaanku. Jauh di dasar hatiku, sejujurnya aku telah sangat-sangat menyimpan Kak Oka dalam-dalam, aku telah menyayangi Kak Oka dengan sangat, aku bahkan telah mencoba jatuh ke dalam dunianya, yang mana jauh dari duniaku, aku perlahan mengajaknya bangun dan meninggalkan dunianya, untuk membuat dunia baru yang lebih baik, tapi ini balasan dari semuanya. Maka semua keadaan ini menyadarkanku, untuk menjauh dari Kak Oka, meninggalkan bayangnya, dan mencari dunia baru yang membuat bahagiaku. Aku berniat akan mengakhiri ceritaku dan Kak Oka saat ini juga.

---

Aku sampai di Bandung pagi hari, hari Sabtu. Seseorang yang langsung kulihat saat itu, adalah Kak Oka, dia sedang berada di depan, namun tidak kusapa, karena aku harus menjauhinya. Aku harus bisa bersikap tegas untuk tidak peduli padanya.

Beberapa lama kemudian, Kak Oka menghampiriku.

"Kamu udah sembuh?" tanyanya.

"Alhamdulillah."

"Kamu tau aku sakit berapa hari?" dia bertanya lagi.

Aku hanya diam dengan wajah datar seakan-akan aku tidak peduli lagi semua tentangnya.

"Aku sakit enam hari," katanya.

"Iyah, tau."

"Kenapa bisa tau?"

Aku hanya diam.

"Tapi apa yang aku dapat setelah itu?" dia bertanya lagi.

"Apa?"

"Aku jadi rajin sholat."

"Alhamdulillah," jawabku.

"Aku sholat terus tau."

"Emang harus gitu," kataku.

Aku tahu dia memancingku dengan pembicaraan seperti itu, agar membuatku terkesan, dan berharap dapat merubah sikapku kembali seperti biasa lagi. Walaupun sesungguhnya, aku luar biasa mendengar kabar itu darinya, tapi aku menahannya.

"Aku habis berapa buat operasi?"

"Operasi?" tanyaku.

"Nih, yah. Jadi kan, gigi aku tuh, tumbuh tiga. Nih, aku liatin gambarnya."

Dia memperlihatkan hasil ronsenannya.

"Di sini, di sini, sama di sini. Nah, ke tiga gigi ini tuh, kalo tumbuh lagi, bakal merusak komponen gigi aku semuanya," dia menunjukkan.

Aku hanya diam.

"Kemarin, aku udah cabut satu gigi. Harganya berapa coba?"

"Berapa?" tanyaku.

"Sejuta!"

"Asli? Sejuta?"

"Asli!!"

Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang