28. Rindu

455 10 0
                                    

Aku benar-benar telah berusaha sangat keras untuk melupakan dan pergi, tapi setiap usahanya, selalu saja gagal. Entahlah, aku berpikir, mungkin niatku belum cukup rampung untuk melepaskan segalanya, atau bahkan banyak cara yang dia selalu berupaya untuk menggagalkan semuanya, dia juga tak ingin kita saling jauh, atau ini semua adalah kehendak Tuhan, aku tidak tahu.

Setelah kepergianku dari semua rutinitas yang biasa aku kerjakan, karena ada saudaraku yang menikah, aku harus pergi meninggalkan Bandung, untuk beberapa hari. Setelah hari-hariku meninggalkan Bandung, aku kembali ke tanah di mana banyak sekali cerita tentangku mengukir jejak, namun belum dapat aku bertemu dengan seseorang yang akhir-akhir ini menjadi sangat spesial di kehidupanku, disebabkan aku harus meninggalkanKota Bandung, dan akhir dari ini adalah menghadiri acara akad dan resepsi di sekitar Jalan Soekarno Hatta. Aku benar-benar sangat rindu semuanya, proses latihan, rapat, teman, juga dia, aku sangat rindu.

Malam itu, acara berlangsung dengan penuh kegembiraan. Aku pun menuju sebuah hotel Bali House di Soekarno Hatta, untuk beristirahat.

"Kapan pulang?"

Sebuah pesan mengagetkan kelelahanku, dan pesan itu dari Kak Oka.

"Kayaknya besok, kenapa gitu?"

"Lama, ih."

"Kenapa gitu?"

"Cepet pulang!"

"Resepsinya malem," jawabku.

"Harus ketemu dulu," ujarnya. "Aku lusa pergi ke Lombok."

Beberapa kali aku berpikir, aku harus bertemu! Harus! Aku rindu! Akhirnya kuputuskan...

"Malem ini aku pulang kayaknya," ujarku. "Malem ini rapat sampe jam berapa?"

"Jam 11-an mungkin."

"Ke kantor gak?" tanyaku.

"Ini di kantor."

"Nanti beres rapat, maksud aku."

"Enggak kayaknya," jawabnya. "Walaupun ke sana, aku balik lagi."

"Aku pulang malam ini."

Percakapanku di chat berhenti di sana. Benar, aku memang bodoh! Entahlah! Dua minggu aku mencoba menjaga jarak dengannya, perlahan mencoba menjauhinya, tapi tetap saja, aku tidak bisa melakukannya.

"Kamu jadi pulang? Jam berapa?" tanyaku.

"Baru beres, jadi pulang gak? Aku nunggu kamu sampe aja, baru aku pulang."

"Aku on the way dari sini."

"Kasih tau kalo udah nyampe, yah!"

"Iyah. Kakak di mana?"

"Di kantor."

Perjalananku menempuh jarak cukup jauh, aku benar-benar tak kuat ingin cepat bertemu dengannya, sekali lagi aku katakan aku sangat rindu.

"Aku udah mau nyampe."

"Jam 12 gimana?"

Saat itu, waktu menunjukkan pukul 23.34.

"Takut ketiduran."

"Jangan dulu tidur," ujarnya. "Udah nyampe?"

"Aku baru nyampe."

Waktu menunjukkan pukul 23.51.

"Bentar lagi on the way."

"Dua menit lagi jam 12," kataku.

"Aku otwe Caa."

Beberapa menit berlalu, dia selalu meneleponku saat dia sudah berada di depan kostanku, aku mengangkatnya. Aku pun pergi ke bawah, dengan rasa penuh bahagia, ingin sekali aku bertemu dengannya.

Saat aku melihatnya, sontak aku langsung berlari ke arahnya, dan langsung melingkarkan tanganku di lehernya, lalu memeluknya dengan sangat erat, dalam hati kukatakan: "Aku sangat rindu! Sangat!!!"

Dia terkaget-kaget melihat apa yang telah aku lakukan, lalu aku melepaskan pelukannya, dia tersenyum.

"Nanti dong meluknya!" dia menggodaku.

Aku hanya tersenyum malu, dan bersikap acuh. Aku berjalan dengannya, dia meraih bahuku, dia dekatkan ke samping badannya, lalu dia mengelus kepalaku.

"Kenapa kamu berani meluk aku di tempat umum?" dia menggodaku.

"Emang siapa yang meluk?"

"Kamu!"

"Enggak, ih!"

"Ih, suka pura-pura gak inget!" dia mencubit hidungku.

"Kapan?" tanyaku.

"Tadi!"

"Kapan ih? Enggak, ah!"

"Huh, suka gak mau ngaku. Dasar!"

"Hemmm," aku tersenyum manis, dan bersikap manja.

"Gak akan meluk aku?"

"Enggak!"

"Yakin?"

"Yakin!"

"Ya udah!" dia membalikkan badannya.

"Mau!" sahutku.

"Katanya tadi enggak! Makanya, jangan suka pura-pura gak mau!"

Aku memeluknya, lalu dia mengeratkan lagi pelukannya.

"Kamu kangen aku?" dia menggodaku.

"Enggak!" aku bersembunyi di dadanya.

"Suka gak ngaku, ah!"

"Orang enggak!"

"Masa?"

"Iyah!"

"Awas lepas lepas!" dia berusaha melepaskan pelukannya.

"Aaahhhh!!" aku menahannya sambil merengek.

"Bilang aja padahal kalo kangen, suka gak bilang, ah!"

Aku bertahan dalam pelukannya cukup lama, rasanya lelahku menghilang begitu saja, rinduku benar-benar pecah. Aku memang orang yang selalu merindukannya, tapi tak pernah kukatakan rindu padanya, karena sadar atas posisiku, sebagai apa aku di kehidupannya. Maka kutahan rindu itu sekuat mungkin, sesakit mungkin, karena rinduku tak akan pernah bisa terucapkan padanya, lewat bibirku, maka lewat pelukan kukatakan bahwa aku sangat rindu! Aku rindu kau! Lalu, tiba-tiba saja dia mencium keningku. Ah, itu sangat manis!

"Aku seneng hari ini," ujarnya.

"Kenapa?" tanyaku.

"Zeus ulang tahun."

"Oh iya! Selamat ulang tahun Zeus!!"

"Iyah, makasih."

"Seneng gak?" tanyaku.

"Seneng," ujarnya. "Kamu tau tempat panti asuhan sekitaran sini gak?"

"Gak tau. Emang buat apa?"

"Zeus mau syukuran ulang tahun."

"Emmmm ... Seneng, ih!!" aku kembali memeluknya sebentar.

"Ah, salah aku ngomongnya!"

"Salah apa?"

"Iya, ngomong gini, pas kamu lagi kangen. Tambah-tambah aja kamu!"

"Tambah-tambah apa? Ih, sok tau! Huh!"

"Di mana yah, kira-kira?"

"Aku gak tau. Nanti aku tanyain temen aku."

Dia tiba-tiba saja mencium keningku lagi. Sungguh, tak ada pelukanternyaman selain pelukannya. Aku rindu dia! Aku suka dia! Aku sayang dia!

Tuhan, Aku Sayang! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang