Dengan keras Vallary berpikir, mencari berbagai macam cara untuk melepaskan dirinya dari tempat asing tersebut.
Pikirannya hanya dipenuhi oleh bayang-bayang keponakan kecilnya-Elsa, ketika tujuan nya tak lebih dari menyelamatkan bocah itu bagai mana pun caranya.
Karena keselamatan nya sendiri bukanlah prioritas yang utama tuk saat ini.
Beberapa saat berlalu dalam keheningan, sorot mata tajam wanita itu pun perlahan tertuju pada sisi ruangan yang didiaminya saat ini.
Sebuah benda yang nampak berkilauan, membias cahaya rembulan yang mengintip dari lubang udara di sisi dinding.
Ia hanya perlu menggapainya, lalu memaksakan kaki dan tubuhnya untuk bergerak mendekati benda berbahan kaca tersebut.
Dengan sekuat tenaga Vallary terus berusaha, menyeret tubuhnya tanpa peduli dengan beberapa bagian tubuhnya yang mulai terluka karena dipaksakan tuk terus bergerak dalam kondisi terikat seperti itu.
Setelah mendekat, tanpa banyak berfikir ia pun langsung menjatuhkan tubuhnya dan membuat botol kaca itu seketika hancur berantakan.
Potongan kaca tak telak membuatnya berhenti sampai disitu, ia mencoba meraih potongan kaca itu dalam genggamaannya, mengabaikan segala goresan luka pada lengan hingga telapak tangannya.
Suara bising yang ditimbulkanknya rupanya menarik perhatian para tamu tak diundang.
Para pereman sialan, yang sepertinya telah membawa paksa Vallary dan Elsa ke tempat ini.
"Ooo... nona cantik sepertinya sudah terbangun dari tidur lelap nya. Lihat! Bagaimana kau bisa bergerak ke sana kemari hingga menyebabkan keributan seperti ini." seorang pria berwajah bengis berucap, dengan wajah meledek, kemudian bergegas membenahi kursi yang digunakan untuk mengikat Vallary.
"Tenanglah, jangan membuat masalah karena hari sudah terlalu malam."
Vallary menggerak-gerakan kepalanya, berharap pria itu melepaskan lakban hitam dibagian mulutnya.
"Kenapa? Kau ingin bicara?"
Ia mengangguk, memamerkan tatapan memohon hingga membuat pria itu iba terhadapnya.
Dan.... Berhasil.
Setidaknya ini adalah awal yang baik untuk Vallary. Ia bisa memanfaatkan keadaan ini, membuat kekacauan hingga dapat melepaskan diri sesegera mungkin dari ruangan ini.
Dengan kasar pria itu menarik lakban tersebut, membuat Vallary langsung meringis kesakitan.
"Dimana ini? Kenapa kalian membawa ku ke mari? Dan dimana keponakan ku?!"
Mata wanita itu mulai berkaca-kaca, menampakan raut wajah penuh kesedihan.
"Ssst.... Jangan menangis, aku tak akan melukai mu. Selama kau tidak coba-coba untuk melawan." Jawab pria asing itu sambil membelai wajah milik Vallary.
Kasar, tangan itu terasa mulai bergerak secara berlebihan.
Turun ke bahu Vallary, dan meremas-remasnya pelan. Mata nya pun menyusuri hingga ke bagian tubuh Vallary, seakan tengah menikmati bentuk tubuh ideal yang dimiliki wanita itu.
Sabar. Vallary ingat ia harus lebih bisa mengendalikan dirinya saat ini.
Pria mata keranjang, setidaknya ia sudah tau kelemahan dari pria semacam ini
Pikiranya hanya diisi dengan hal-hal kotor, bodoh dan hanya bisa mengandalkan ototnya dari pada otaknya.
"Aku tidak akan macam-macam, tapi bisakah biarkan aku seperti ini. Jangan tutup mulut ku dengan lakban itu lagi, aku janji tidak akan membuat masalah."
KAMU SEDANG MEMBACA
When Devil Meet His Destiny [𝙏𝙖𝙢𝙖𝙩]
Roman d'amour"Dasar wanita kasar, berani-beraninya ia mempermalukanku di depan orang banyak. Lihat saja, kalau kita bertemu lagi, akan ku buat ia menyesal karena menantang ku." -Tiger Alexander- "Cih! Rupanya badannya saja yang besar, tapi kekuatannya tak lebi...